Dibaca Normal
Bima, Porosntb.com.- Sejumlah SMA/SMK Swasta yang ada di Kabupaten dan Kota Bima terancam akan membubarkan diri dari dunia pendidikan. Sebanyak 56 kepala sekolah swasta sudah berkomitmen untuk tidak membuka sekolah alias memboikot proses pendidikan di sekolah masing-masing.
Kondisi ini dipicu sikap Pemerintah Provinsi NTB melalui Dikbudpora yang diskriminatif terhadap nasib para guru di sekolah swasta. Pasca beralihnya SMA sederajat ke Pemprov, telah terjadi tebang pilih. Sejumlah guru yang mengajar di sekolah swasta tidak diberikan penghargaan apapun dari Pemprov seperti tes penerimaan guru kontrak. Sementara guru yang mengajar di sekolah negeri, justru mendapat perlakuan spesial dengan mendapatkan tunjangan dan gaji kontrak.
Para guru swasta pun meradang. Terlebih berkas pengajuan untuk ikut tes ditolak mentah-mentah Dikbudpora provinsi. Pantas saja jika para guru dan kepala sekolah swasta sepakat untuk bubar. Karena tidak ada yang bisa mereka andalkan untuk membiayai pendidikan.
Terlebih lagi sekolah diwajibkan untuk melakukan ujian berbasis komputer yang tentu membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
Merespon hal itu, Rabu (4/4) kemarin, sejumlah kepala sekolah swasta melakukan konsoludasi. Bahkan, para kepala sekolah berencana akan seruduk kantor UPT Layanan Dikmen Dikpora Provinsi NTB untuk menyuarakan aspirasi mereka.
"Kami akan boikot. Kita dapatkan hanya capeknya saja. Percuma juga kita buka sekolah, tapi guru nggak mau mengajar," ungkap kepala SMA Muhammadiyah Bolo Sauki.
SMK Kesehatan Yahya juga ikut ambil bagian dalam memperjuangkan nasib para gurunya. Kepala sekolah, Burhan SE menuturkan jika Pemprov tidak fair dalam menentukan sikap. Dia meminta agar guru swasta dan negeri diperlakukan sama.
"Beri kesempatan yang sama untuk guru yang ngajar di sekolah swasta agar berkompetisi. Jangan diperlakukan berbeda," ujarnya.
Dia mengungkapkan, Pemprov menolak tes penerimaan guru kontrak bagi guru sekolah swasta dengan alasan yang tidak jelas. Sejauh ini pihak SMA/SMK swasta sudah melakukan langkah-langkah kooperatif dengan provinsi. Namun tidak ada tanggapan serius, hingga mencuat isue keterbatasan anggaran.
"Kita sudah bersurat ke UPT Dikmen memohon agar hal ini dipertimbangkan. Tapi tidak ada respon baik. Sehingga memicu reaksi para guru dan kepala sekolah untuk melakukan aksi," katanya.
Sedangkan koordinator SMK/SMA Kota dan Kabupaten Bima Syamsudin AHZ menuding Kadis Dikbudpora Provinsi NTB tidak konsisten dengan statemennya. Karena 3200 lebih guru di SMA/SMK swasta dijanjikan akan ikut pada tes penerimaan guru kontrak. Namun yang diakomodir hanya 2800 lebih guru. Itupun hanya disiapkan khusus untuk guru yang mengajar di sekolah negeri.
"Saya sedih. Pemprov tidak peka terhadap nasib guru di sekolah swasta. Padahal dalam UU guru dan dosen, semuanya harus diperlakukan sama," sesalnya.
Untuk itu pihaknya berencana akan menggelar aksi demonstrasi di kantor UPT Dikmen Provinsi dan DPRD Kabupaten dan Kota Bima pada Jumat (6/4/18). Mereka menuntut agar nasib guru di sekolah swasta diperhatikan.
"Dalam tuntutan itu, kami juga akan memboikot SK kontrak gubernur jika berlaku hanya untuk guru di sekolah negeri. Serta mendesak pembayaran tunjangan sertifikasi guru," tandas kepala SMK AL-Ikhlas Mbojo ini. (Poros-07)
COMMENTS