Dibaca Normal
![]() |
Sekretaris Daerah Kota Bima, Drs. Mukhtar Landa MH (Photo credit : bimakini) |
Bima, Poros NTB.- Para pemangku kepentingan
publik Kota Bima baik di level eksekutif maupun unsur legislatif yang terkait
dengan kemelut PDAM Bima saat ini, satu per satu angkat bicara menanggapi
pernyataan Plt Direktur PDAM Bima, H. Haeruddin, ST, MT.
Meski langkah yang digagas H. Haer melakukan
hearing dengan pihak kota di Aula DPRD Kota beberapa waktu lalu terbilang
cerdas, sebagai upaya riil mencari solusi bagi PDAM.
Namun, menurut mereka beberapa pernyataan
Direktur PDAM Bima yang baru tersebut, terlalu menyudutkan pihak kota.
Baca : Ingin Bangun PDAM Sendiri, Pemkot Bima Layak Dinilai Tidak Bertanggung Jawab
Mulai dari menyebut :
Baca : Ingin Bangun PDAM Sendiri, Pemkot Bima Layak Dinilai Tidak Bertanggung Jawab
Mulai dari menyebut :
1. Pemkot ingin bangun PDAM sendiri.
Sekretaris Daerah Kota Bima, Drs. Mukhtar
Landa MH, menyatakan, wacana yang menyebut Pemkot ingin bangun PDAM sendiri
tidak masuk akal sehat.
Pikirnya, membangun PDAM sendiri lebih “Mission
Imposible” lagi, dibanding memulihkan PDAM Bima yang sudah ada.
“Tak masuk akal kalau kota bangun PDAM
sendiri. Itu akan memakan biaya yang sangat besar,” ujarnya, saat ditemui di
ruangannya, Selasa (23/10/18).
Lebih masuk akal, menurut Sekda, jika asset PDAM
Bima yang ada di Kota diserahkan ke Pemkot.
“Sudah lama kita minta. Jadi jaringan PDAM
yang ada di kota ini biar kita yang urus dan kelola,” cetusnya.
Dengan alasan, sumber airnya ada di kota, dan
pelanggannya lebih banyak di kota.
Jadi kenapa tidak?
Mengungkit dana yang digelontorkan untuk
pemenuhan air bersih warga kota pasca banjir, menurut Sekda, sudah banyak yang
digelontorkan.
Hanya saja sumbernya dari APBN, karena jika
menggunakan APBD Kota tidak memungkinkan. “Nanti khan masuk ke asset mereka (jika
menggunakan) uang kota ini,” imbuhnya.
2. Pemkot dianggap biang kerok sakitnya PDAM.
“Ah… jauh sebelum bencana banjir saja PDAM Bima
memang sudah sakit,” kilah Sekda atas dikambing hitamkannya penggalian drainase
sebagai penyebab bangkrutnya PDAM Bima.
Karena, kata dia, kisruh gaji pegawai yang
tak dibayar sudah terjadi jauh hari sebelum bencana banjir.
Artinya, sakitnya PDAM sudah terindikasi dari
dulu, baik dari sisi keuangan maupun jaringannya.
“Sampai saat ini saya tidak punya air. Dan itu
terjadi sebelum banjir,” tuturnya mencontohkan.
3. Metrik kebutuhan pemulihan PDAM Rp. 27 M
Mata Kabid (Kepala Bidang) Cipta Karya PUPR Kota Bima,
Ririn Kurniawati, ST, MT, seketika terbelalak, melihat angka kebutuhan
pemulihan PDAM yang disusun Tim Teknis PDAM Bima.
“Jadi 27 Miliar ini…..,” ujarnya terdiam
sejenak, seakan kehabisan kata dan hanya tersenyum dengan mimik yang
menggambarkan seolah tak percaya dengan apa yang dibacanya.
![]() |
Ririn Kurniawati, ST, MT (Photo credit : bimakini) |
Bagi dia, angka 27 M tersebut terlalu
fantastis.
Karena seingatnya, proposal yang diajukan PDAM Bima Tahun 2017 lalu, saat H. Usman sebagai direkturnya, hanya meminta Rp. 1,2 M untuk kerusakan galian drainase.
Baiknya Kota Bima, lanjut Ririn, anggaran
yang digelontorkan Tahun 2018 ini malah melebihi proposal.
“Antara 5,6 atau 5,9 M,” katanya sambil
mengingat-ngingat.
Dirincinya, Rp. 1,2 M untuk perbaikan pipa
akibat galian drainase, sisanya dipihak ketigakan untuk pengembangan
infrastruktur perpipaan.
“Justeru kita kembangkan perpipaannya, dan
dapat pelanggan baru. Bayarnya(pun) ke PDAM Bima,” ungkap Ririn.
4. Dana 5 M belum menyentuh asas manfaat
Ririn sendiri tidak menampik terkait
pernyataan H. Haer, yang menyebut dana sebesar Rp. 5 M lebih yang digelontorkan
itu belum menyentuh asas manfaat.
Ia hanya beralasan, proses pengerjaannya
masih berlanjut dan belum selesai.
“Khan, itu pekerjaan paket konstruksi. Ada yang
menyambung pipa yang sudah ada, dan ada pemasangan pipa baru. Masih proses,
belum selesai,” tekannya.
5. Penyerahan asset tidak sesederhana yang
Pemkot bayangkan
Berpijak pada Undang-undang No.13 Tahun 2002
Tentang Pembentukan Kota Bima, Pasal 13 ayat 1 dan 2, harusnya urusan asset diselesaikan
paling lambat setahun sejak peresmian Kota Bima.
Tapi seperti yang H. Haer katakan, prosesnya
tidak sederhana.
Sayangnya, urusan asset pulalah penyebab
utama peliknya proses pemulihan PDAM Bima saat. Karena itu, kota enggan merogoh
pundi APBD, lantaran keberatan membangun asset orang, sementara mereka tak
mendapatkan hasilnya.
“Masalah membenahi PDAM yang sekarang sulit
dilakukan karena ini kan asset orang. Kalau kita perbaiki terus dia punya
asset, uang yang dikeluarkan itu tidak legal.” Kata Sekda.
Sementara Ririn, “Masak kita mau
bangun-bangun terus, nanti yang memanfaatkan PDAM (Bima), PADnya masuk ke mereka.
Khan ga seperti itu? Kita harus punya rencana jangka panjanglah. Mengelola air
sendiri,” ujarnya.
Terkait asset, Ririn mengklaim, tidaklah
sulit.
Karena yang murni milik PDAM Bima hanya
sumber air di Nungga. Sementara di Lela Mase dan Dodu yang dibangun dari APBN,
sekarang dalam proses serah terima.
“Jadi boleh dibilang Lela Mase dan Dodu akan
menjadi milik kota,” yakinnya.
Kesimpulan
Merangkum hasil penelusuran media ini, untuk
sementara, Menjadi harga mati bagi kota akan berandil memulihkan PDAM, sesudah
jelas PDAM di wilayahnya menjadi milik kota.
Tapi tentunya belum final, karena tergantung sungguh kepada hasil urun
rembuk antara dua pimpinan daerah, Bupati dan Walikota Bima yang keduanya
bernaung dalam satu Partai Politik yang sama tersebut. (Aden)
COMMENTS