Dibaca Normal
Nurul Uyun saat menamperin sang bunda dan memeluknya penuh haru |
Nurul Uyun baru saja menyelesaikan program studi strata satu (S1) di STKIP Taman Siswa Bima. Gadis ayu asal Desa Kala Kecamatan Donggo ini menjadi wisudawati terbaik angkatan 12 dengan IPK 3.90 dari 521 mahasiswa yang diwisuda. Bermodalkan upah menjadi buruh tani untukmendaftar kuliah.
Bima, porosntb.com-Tiada yang menyangka, anak buruh tani ini bisa meraih predikat terbaik di “Kampus Merah” tersebut. Padahal, kompetitornya memiliki semua yang belum tentu dia miliki.
Untuk meraih predikat terbaik, Nurul Uyun harus berjibaku dengan waktu, tenaga dan pikiran. Bahkan saat masuk kuliah, uang pendaftarannya dia dapatkan dari hasil menjadi buruh tani. Selama empat tahun menempuh studi, anak bungsu dari dua bersaudara ini memang getol dalam hal belajar. Terbukti, dia mampu meraih sejumlah prestasi. Mulai lomba Mawapres hingga seminar internasional karya tulis ilmiah. Kondisi ini membuatnya meraih beasiswa dari kampus. Tentu saja ini menjadi kabar gembira baginya karena tidak susah-susah lagi mencari uang untuk biaya kuliah.
Namun, di balik manisnya prestasi yang ia raih, ada duka yang tersembunyi di hati gadis 23 tahun ini. Nurul Uyun terlahir sebagai anak yatim. Menjadi seorang anak yang ditinggal sosok ayah untuk selama-lamanya, dia harus melakoni kehidupan dengan mandiri. Terlebih sang bunda yang sudah renta, tak bisa berbuat banyak untuk mencukupi kebutuhannya.
Putri dari pasangan Haryati dan almarhum Syahbudin ini sejak kecil terpaksa dititipkan di rumah neneknya. Karena saat itu, sang ibu harus bekerja serabutan dan kadang menjadi buruh tani bersama kakaknya demi memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
“Saya kerja siang malam menjadi buruh tani, hanya untuk anak-anak agar mereka jadi orang sukses dan berilmu. Biar tidak merasakan susahnya hidup tanpa ilmu,” ujar ibunda Nurul Uyun, Haryati usai prosesi wisuda.
Perempuan yang sudah hidup menjanda selama 22 tahun ini tak kuasa menahan haru dan bangga melihat anaknya berdiri tegap menyampaikan pidato kesan dan pesan wisudawan. Ibu dua anak ini terus mengiringi pidato anaknya dengan deraian air mata bahagia.
“Seolah tak percaya jika dia anak saya. Terimakasih kami sampaikan kepada STKIP Tamsis atas dukungannya,” ucapnya.
Kisah hidup Uyun yang penuh dengan air mata itu, rupanya dituangkan dalam pidato kesan dan pesan wisudawan yang ia bawakan. Pidato berdurasi 42 menit itu berlangsung penuh lirih. Dia menceritakan secuil tentang kehidupannya yang telah ditinggal sang ayah hingga dibesarkan oleh seorang nenek.
Nurul Uyun saat menyampaikan pidato kesan dan pesan wisudawan\ |
Para undangan pun seketika bungkam. Mereka terus menatap dan menanti setiap kata demi kata yang terucap dari bibir gadis lugu tersebut.
Di sudut lain, di tempat duduk orang tua wisudawan terbaik, juga tampak begitu terpana melihat aksi gadis asal Donggo itu. Tepuk tangan pun tak henti dari para undangan selama pidato tersebut berlangsung.
Selain itu, diantara tamu undangan itu tampak juga ibunda Nurul Uyun yang begitu bahagia. Dia terus memberikan tepuk tangan buat anak kebanggaannya itu serta diiringi air mata yang terus berderai.
Setelah selesai menyampaikan pidatonya, Nurul Uyun yang turun dari mimbar terhormat itu langsung menuju kursi ibunda. Dia memeluk erat sang bunda sambil meluapkan emosi bahagianya. Dari sisi lain, para undangan dan wisudawan ikut memberikan tepuk tangan untuk ibu dan anak yang sebatang kara itu.
“Terimakasih ibu, ini adalah perjuangan ibu,” ujarnya sambil memeluk erat sang bunda yang sedari tadi mencucurkan air mata bahagianya.
Meski sudah meraih wisudawan terbaik, Nurul Uyun tidak langsung puas. Dia masih berharap bisa melanjutkan studinya ke jenjang yang lebih tinggi. “Harapan besar sih itu, tapi tergantung nanti aja. Karena ini soal biaya,” ujarnya.
Saat ini dia mengaku akan fokus pada ibunya. Karena sudah banyak jasa sang bunda hingga dia bisa memakai toga dan menjadi wisudawan terbaik. “Maunya rawat ibu dulu sekarang,” tutupnya. (poros-7)
COMMENTS