Dibaca Normal
Kepala Pemasaran CV. Lewa Mori, Wildan, S.PdI (kanan) didampingi isteri, Anisa Wildan, saat berada di lokasi demo, Senin (24/9/18) dulu |
Bima, Poros NTB.- Akibat harga pupuk yang jauh melampaui ketentuan harga HET, membuat puluhan warga Monta dalam yang berasal dari Desa Tolotangga, Tolouwi, dan Nontotera mulai “menggoyang” posisi Distributor untuk Monta dalam yang saat ini dipegang oleh CV. Lewa Mori.
Mereka kian mempertanyakan tingkat kelayakan CV Lewa Mori sebagai distributor terkait pemenuhan kebutuhan pupuk petani dengan harga sesuai HET.
Pasalnya harga pupuk di tangan pengecer saat ini dilepas dengan harga Rp. 170 ribu. Jauh melampaui harga HET yang hanya RP. 90 ribu hingga 93 ribu.
Pengecer sendiri tidak bisa berbuat banyak, karena berdasarkan pengakuan mereka, seperti dilaporkan wartawan media ini, mereka dipaksa oleh pihak Distributor untuk mengambil paket pupuk berbsubsidi dengan non subsidi.
“Kalau tidak ambil paket, kami para pengecer diancam akan dicabut ijin sebagai pengecer,” aku salah seorang pengecer yang enggan disebutkan namanya.
Padahal pihak CV Lewa Mori, saat Menanggapi demonstrasi ratusan petani terkait kelangkaan pupuk di Desa Sakuru Kecamatan Monta, Senin (24/9/18) dulu. Kepala pemasarannya, Wildan, S.PdI yang saat itu ditemani Direktris CV tersebut, Annisa Wildan, menyatakan, Harga Eceran Tertinggi (HET) berkisar antara Rp. 90 hingga 93 rbu per sak, tanpa menggunakan sistem penjualan secara paket antara pupuk bersubsidi dan non-subsidi.
CV. Lewa Mori, lanjut Wildan kala itu, akan selalu berpihak pada para petani, dan apabila ditemukan para pengecer melanggar aturan main yang ditentukan CV Lewi Mori, maka pihaknya akan menindak tegas pengecer nakal serta akan dicabut ijin operasinya.
Tak sampai itu, pihak CV Lewi Mori juga menjanjikan siap mengantar pupuk ke desa-desa yang bermasalah dengan harga (HET).
Untuk diketahui, Surat Edaran Bupati sendiri, memang memuat harga HET Pupuk berkisar antara Rp. 90 hingga 93 ribu, dan tidak diperkenankan untuk memaksa sistim penjualan Paket (kecuali petani membutuhkan paket pupuk subsidi dan non subsidi, red).
Masih menyitir surat edaran bupati, harga HET tersebut sudah Fix. Tak ada alasan menjual melebihi HET karena adanya tambahan biaya transportasi yang ditanggung pengecer. Karena dalam surat edaran tersebut, menyebutkan biaya transportasi mulai dari distributor hingga diterima ditempat oleh pengecer, semua ditanggung oleh pemerintah.
Namun pernyataan pihak CV. Lewa Mori saat itu, dibandingkan dengan fakta yang ada, ibarat pepatah, “jauh panggang dari api”.
Untungnya, puluhan warga petani yang didamping Kepala Desa Tolotangga, Tolo Uwi, dan Kades Terpilih Nontotera, meski menuding CV Lewa Mori melakukan “pembohongan publik”, masih memiliki niat baik untuk melakukan audiensi lebih lanjut dengan CV pemegang distributor itu.
Mereka mendatangi Kantor UPT Pertanian Monta untuk sedianya melakukan audiensi dengan distributor.
Tapi lagi-lagi mereka kembali dikecewakan oleh ketidakhadiran Distributor. Padahal Kepala UPT Monta sendiri, H. Ibrahim, S.Pt, telah mengkomunikasikan keinginan massa yang hadir dengan pihak distributor.
“Dihubungi pertama, alasannya bapak (Wildan) mengajar, isteri (Annisa) sibuk di gudang. Dihubungi kedua kali, alasannya sakit. Mereka juga meminta dilayangkan surat resmi untuk audiensi,” ungkap H. Ibrahim.
Alasan yang tidak konsisten dan terkesan bohong itu, membuat kekecewaan massa semakin memuncak, untungnya “hanya” dilampiaskan dengan menyegel Kantor UPT Pertanian Monta. Aksi blokir jalan sempat diserukan massa, namun para koordinator massa mampu meredamnya.
Kapolsek Monta, yang hadir belakangan
di tengah-tengah massa, juga ikut menekan distributor untuk melakukan audiensi. Kapolsek menyarankan pihak UPT Monta agar bersurat secara resmi sebagaimana tuntutan distributor, yang dijadwalkan akan digelar Rabu (9/1/18) lusa. (Red)
COMMENTS