Dibaca Normal
Bima, Poros NTB.- Bima
(mbojo) adalah salah satu daerah yang berada di ujung timur Pulau Sumbawa,
Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Ada ungkapan: ingat Bima ingat kuda, ingat
kuda ingat Bima. Ungkapan itu merefleksikan betapa kesohornya kuda Bima di bumi
Nusantara. Di masa silam, kuda Bima digunakan oleh angkatan perang Kerajaan
Bima, bahkan para elite Kerajaan Majapahit memakai kuda Bima untuk memperkuat
armada kavalerinya.
Saat ini, seringkali diadakan event pacuan kuda (pacoa
jara) yang biasa diselenggarakan di Desa Panda, Kec. Palibelo, Kab. Bima.
Uniknya, para joki kebanyakan anak-anak berumur 5-9 tahun. Daerah Bima juga
dikenal sebagai salah satu sentral penghasil bawang merah terbesar di Indonesia
bagian timur.
Secara historis, sejarawan Peter Carey menyebut Bima
sebagai daerah kesultanan Islam berpengaruh di timur nusantara. Di sini pula
daerahnya para ulama, imam lebe, tuan guru, beserta tradisi keagamaan yang
kental. Namun, Bima termasuk daerah yang bersifat multi-kultur dan multi-religi
yang berlangsung secara harmonis. Tidak hanya penganut Islam, tapi juga
Kristen, Katolik, Hindu, Budha, dan lainnya.
Di pentas seni budaya, ada atraksi yang khas, yakni Adu
Kepala (ntumbu). Anda bisa menyaksikan di Desa Maria, Kec. Wawo, Kab. Bima.
Kendati dua kepala antar-manusia diadu dan dibenturkan, tapi mereka tidak
merasa sakit, tidak berdarah, apalagi ambruk. Sebab sebelum beratraksi, para
pemain ntumbu meminum air doa yang diisi dengan mantra kekebalan oleh
tetua adat setempat.
Lebih daripada itu, Bima memiliki destinasi wisata yang
indah. Objek wisata alam itu antara lain Air Terjun Kalate Mbaju-Risa,
Pemandian Madapangga, Bendungan Pela-Parado, Gunung Tambora (icon Bima,
Pulau Sumbawa), dan sebagainya. Adapun wisata bahari yaitu Pantai Kalaki,
Pantai Ule, Pantai Lawata, Pantai Lariti, Pulau Satonda, Pulau Kambing, Pulau
Ular, dan sebagainya.
Bagi wisatawan yang tertarik dengan kuliner khas Bima,
Anda bisa menikmati Ikan Palumara, Mina Sarua, Mangge Mada, dan lain-lain. Oh
ya, jangan lupa susu kuda dan madu hutan Bima serta daging menjangan. Sedangkan
wisata budaya, Anda bisa mengunjungi Uma Leme (rumah adat) di
Kec. Donggo dan Kec. Wawo. Tari-tarian tradisional pun ada, sebut saja tari
buja kadanda, tari lenggo, tari wura bongi monca, tari kalero, dan sebagainya.
Diantara objek wisata Bima di atas yang “aneh” adalah
Pulau Ular, yang berletak di Kec. Wera, Kab. Bima. Anehnya, ular-ular yang
menghuni pulau ular tidak menggigit, sangat jinak. Bila Anda mau pegang dan
peluk ular-ular itu nggak masalah, sangat bersahabat, tapi jangan dibawa
keluar. Menuju Pulau Ular, kita bisa menggunakan perahu tradisional. Di Pulau
Ular, kita dapat menatap eksotisme laut bima. Keagungan Gunung Berapi Sangiang
pun dapat disaksikan dari Pulau Ular.
Bagi wisatawan yang tertarik dengan dunia spiritual, Anda
bisa berziarah ke Makam Sultan Abdul Kahir I, Sultan Hasanuddin, Sultan Abdul
Kahir II, Sultan Ferry Zulkarnain di kompleks pemakaman Dana Taraha, Kec. Rasa
Na'e Barat, Kota Bima. Anda juga bisa berziarah ke Makam Sultan Abdul Khair
Sirajuddin, Sultan Nuruddin, Sultan Jamaluddin di Tolobali – Kota Bima. Juga
Makam Sultan Abdul Kadim, Sultan Abdul Hamid, Sultan Ismail, Sultan Abdullah,
Sultan Abdul Azis, dan Sultan Ibrahim di pemakaman sebelah barat Masjid Sultan
Muhammad Salahuddin.
Bagi wisatawan yang tertarik dengan sejarah Bima jaman old,
Anda bisa berkunjung ke Museum Istana Bima (Asi Mbojo) yang berarsitektur
Eropa. Istana ini dibangun pada tahun 1927-1929. Di Asi Mbojo, Anda akan
melihat keris, tombak, pakaian adat, perhiasan, kamar raja-raja, kamar “jin”,
hingga kamar Bung Karno. Di sebelah kanan istana Bima terdapat Masjid Muhammad
Salahuddin.
Bima juga memiliki peninggalan sejarah yang bernuansa
Hindu-Budha, yaitu situs Wadu Pa’a (batu pahat) di Desa Kananta,
Kec. Soromandi, Kab. Bima. Ada legenda yang berkembang di sebagian masyarakat
Donggo-Bima, di Desa Padende dikabarkan ada makam Gajah Mada. Yang unik dari
Donggo pula adalah nuansa pluralisme yang berkembang di Desa Mbawa, tiga agama
(Islam, Kristen, Aliran Kepercayaan) namun satu keluarga. Mereka saling
membangun sintesis-teologis. Sangat toleran dan harmonis.
Sebenarnya masih banyak objek wisata lainnya di Bima.
Beberapa objek wisata di atas sebagian sudah saya tuangkan dalam buku sederhana
berjudul “A Piece of Island Dana Mbojo: The Future of Bima Tourism” (2017) atas
kerja sama dengan Dinas Pariwisata Kab. Bima. Karena itu, mari kita terus
mempromosikan Bima dari potensi wisatanya sebagai salah satu sumber pemasukan
daerah.
Sebagai warga masyarakat, kita mesti mendukung setiap
event dan festival wisata sebagai wahana promosi agar serpihan keindahan alam
Bima menjadi ‘go global’. Yang terutama adalah menjaga situasi keamanan
dan ketertiban. Selanjutnya, menjaga kebersihan dan keasrian lingkungan di
sekitar kita. Dengan cara itulah, kita dapat menduniakan wisata Bima. Ayo
berwisata ke Bima. (Qureta)
COMMENTS