Dibaca Normal
Bima, Poros NTB.- Merayakan hidup di desa itu menyimpan
seribu satu macam kebahagiaan. Kadangkala timbul rasa kangen ketika sesekali
hijrah ke kota (besar). Suasana kebatinan penghuni alam desa yang tenang,
disertai atmosfir yang sunyi mengandung sensasi tersendiri. Pemandangan alam
yang hijau memanjakan mata, hembusan angin yang menyapu jagad desa, beserta
kicauan burung benar-benar menghadirkan pesona yang mengasyikkan.
Tak berlebihan kalau dikatakan bahwa menikmati surga dunia itu, ya di desa.
Kali ini, saya akan mengabarkan sebuah desa nan imut dari
Tanah Bima (Dana Mbojo), yakni Risa (bisa juga dibaca Raisa, hehe). Desa
Risa terletak di sentral Kabupaten Bima – Nusa Tenggara Barat (NTB). Posisinya
lumayan berdekatan dengan Kantor Bupati Bima yang baru, di Desa Godo –
Kecamatan Woha. Di kampung halaman ini pula, saya pertama kali menatap dunia,
tempat lahir dan dibesarkan dengan serapan “energi” tanah, api, udara dan air
pedesaan.
Dalam dimensi religio-kultural, sebagaimana kebanyakan orang Bima (dou
mbojo) lainnya, masyarakat Risa beragama Islam dengan corak yang beragam.
Ada masyarakat sarungan yang diasosiasikan sebagai Nahdliyin, juga
Muhammadiyah, termasuk kelompok kebatinan fitua (Bimanese mysticism).
Mereka cukup harmonis, dan saling memperkaya cita rasa kerohanian
masing-masing.
Selain masjid, mushola dan majelis pengajian, ada juga semacam “makam
tersembunyi” yang dikeramatkan oleh sebagian kecil masyarakat di Risa. Konon,
salah satu makam itu merupakan tapak jejak dari seorang da’i pengelana, lalu
tersebutlah Doro Karama (gunung keramat) yang terletak di
dusun doro lopi (kalau diindonesiakan kira-kira berarti gunung
perahu).
Sebagian besar wilayah Desa Risa berupa persawahan, peternakan, perkebunan,
dan perbukitan. Bila kita berbicara seputar desa wisata yang sedang jadi narasi
besar dalam diskursus kepariwisataan saat ini, desa yang berpenduduk sekitar
tujuh ribu lebih ini dapat diproyeksikan sebagai desa wisata. Sumber daya dan
potensi keindahan alam pun tak kalah dengan desa-desa lain di Bima.
Kelompok pecinta alam, kelompok ekonomi kreatif, termasuk kelompok seni
budaya sadar wisata sudah muncul, namun perlu dioptimalkan performa-nya, serta
memerlukan dukungan stakeholders. Yang menarik, luasnya areal
persawahan Desa Risa membuat roda pertanian berputar kencang. Di atas tanah
gembur Risa, tumbuh berbagai macam tanaman. Dari padi, jagung, tomat, cabai,
lebih khusus bawang merah yang memang menjadi produk unggulan di Kabupaten Bima.
Tak sedikit penggiat bawang merah yang datang dari berbagai desa/kecamatan
di daerah Bima untuk bertani atau berinvestasi di Risa. Tak ayal, muncul lah
elite ekonomi baru dari kalangan juragan bawang merah di Risa. Memang sangat
menggiurkan, baik sebagai petani maupun pedagang (bawang merah).
Di sektor peternakan, tersedia kuda, sapi, kerbau, dan kambing. Beberapa
tetangga rumah saya di Desa Risa, ada yang memproduksi susu kuda, selain
diikutkan kudanya dalam arena pacuan (pacoa jara) yang berpusat di Desa Panda,
Kec. Palibelo, Bima. Adapun sapi, uniknya tidak hanya dikandang, tapi juga
diberikan ruang kebebasan berekspresi di savana, mencari makan secara mandiri.
Tercatat sapi-sapi Risa di kala ‘idul kurban tiba, cukup laris manis di Bima,
bahkan dapat menembus pasar ibukota Jakarta.
Kisah kerbau lain lagi. Kalau dulu kerbau kadangkala dieksploitasi
tenaganya untuk membajak sawah secara tradisional. Seiring dengan perkembangan
zaman, kerbau tak sesibuk dulu, lantas petani jaman now beralih menggunakan
traktor. Sedangkan kambing biasa dikandang dan diamankan di garasi rumah
panggung (raba).
Selain itu, di Risa terdapat ahli pandai besi. Pasalnya, penduduk Dusun
Kumbe yang berada di Desa Risa memang cekatan menempa parang, pisau, golok,
keris dan sebagainya. Dari bengkel seadanya, mereka menempa besi, mengukir
sarung “senjata” itu dari bahan kayu sesuai pesan orang yang mau beli. Keahlian
mereka sangat mengagumkan. Saat pembuatan perkakas besi itu, sekalipun percikan
api kadang menyentuh badannya, tampak biasa saja bagi mereka.
Salah satu objek wisata andalan di Desa Risa adalah Air Terjun Kalate
Mbaju, berlokasi di sekitar lereng gunung, ndundu jara. Dulu,
sapi-sapi Risa yang mau dibiarkan bebas berkeliaran oleh pemiliknya, biasa
dilepas di ndudu jara ini. Pada tahun 2013, area sekitar ndundu
jara dipilih sebagai salah satu lokasi Latihan Gabungan Tentara
Nasional Indonesia (TNI). Di sana pula pasukan TNI Angkatan Udara berlatih
serangan udara berupa penembakan mortar dari pesawat udara Super Fulcano.
Objek wisata Air Terjun Kalate Mbaju berjarak sekitar 10 kilometer dari
dusun “pandai besi” Kumbe – Risa. Menuju ke sana, kita bisa berjalan kaki,
berkendaraan benhur, sepeda motor dan mobil. Air Terjun Kalate
bertingkat-tingkat seperti tangga, berupa bongkahan batu besar. Dari Kalate
ini, kita bisa menatap eksotisme air terjun dan aroma pegunungan yang berhawa
sejuk.
Wisatawan dapat mendokumentasikan ketampanan dan keanggunan masing-masing
dengan latar air terjun yang aduhai. Bila mau menulis puisi atau buku, Kalate
ini sangat kondusif sebagai tempat berkontemplasi. Jangan lupa sediakan kopi
hitam, sembari mendengarkan musik. Aliran air yang deras dengan ketinggian
sekitar 10 meter mengalirkan embun kedamaian, dan bisa merelaksasi jiwa raga.
Kendati lokasi Kalate sangat terisolir, namun akses menuju lokasi cukup
bagus. Tenang saja. Jarak antara Air Terjun Kalate dengan pemukiman penduduk
tidak terlalu jauh. Dalam perjalanan menuju lokasi, kita akan melewati beberapa
perbukitan yang indah. Sebut saja, doro amaso. Bahkan ada juga
kuburan “orang asing”, dan benda-benda artefak bernilai sejarah. Di sekelilingnya,
kita akan melihat pemandangan hutan yang lebat dan alami.
Lebih dari itu, di Risa terdapat banyak perkebunan seperti mangga, kelapa,
dan lain-lain. Bahkan di sini ada satu kampung, namanya kampo nggaro,
dusun nggaro (kampung kebun). Maka sangat lah cocok didesain sebagai desa agro
wisata.
Masih banyak kepingan-kepingan surga lainnya di Desa Risa yang bisa Anda
nikmati kalau misalkan mengunjungi Bima, ujung timur Pulau Sumbawa. Selamat
datang di Desa Risa, sepercik surga dari Tanah Bima. (Qureta)
COMMENTS