Dibaca Normal
SEPI: Sejumlah pesawat di Bandara Sultan M Salahuddin Bima terparkir tanpa penumpang, Selasa (12/2). |
BIMA, porosntb.com-Jasa penerbangan di Bima semakin memprihatinkan. Beberapa maskapai sudah memberlakukan bagasi berbayar. Kondisi ini tentu berimplikasi pada sejumlah aspek, baik Pariwisata hingga ekonomi di daerah.
Kabupaten Bima contohnya. Daerah yang mulai menata diri di bidang pariwisata ini terancam jalan di tempat akibat harga tiket pesawat naik dan bagasi berbayar tersebut. Hal ini tentu berdampak langsung terhadap ekonomi masyarakat Bima lantaran salah satu sektornya terkontraksi.
Jasa Porter (buruh bagasi) dan layanan taxi di Bandara Sultan Muhammad Salahuddin Bima pun ikut menjadi sasaran kebijakan bagasi berbayar dan kenaikan harga tiket.
Lahan kerja bagi Porter dan sopir taxi menjadi salah satu indikator ancaman tersebut. Mereka sudah tidak bisa lagi maksimal bekerja lantaran penumpang di bandara setempat mengalami penurunan yang sangat signifikan.
Hingga Selasa, (12/2) kemarin, tercatat ada enam jadwal penerbangan di berbagai rute gagal take off gara-gara tak berpenumpang. Enam penerbangan yang dicancel yakni Garuda rute Lombok pukul 7.40 Wita, Garuda rute Lombok pukul 14.15 Wita, Wings Air rute Makassar pukul 10.50 Wita, rute Lombok 12.20 Wita, rute Denpasar 13.30 Wita dan rute Lombok 14.05 Wita.
Akibatnya, sejumlah pesawat terpaksa dibiarkan parkir di Appron bandara. Kondisi ini cukup kontras, mengingat selama ini penumpang yang harus menunggu pesawat. Tapi kali ini justru pesawat yang menunggu penumpang.
Kondisi ini sudah berlansung sejak awal tahun. Puncaknya, saat adanya regulasi bagasi berbayar oleh maskapai Wings Air yang notabene memiliki penumpang yang cukup banyak di bandara setempat.
Memang Peraturan mengenai bagasi berbayar tertuang dalam Pasal 22 Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 185 Tahun 2015 tentang Standar Pelayanan Penumpang Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri.
Dalam aturan tersebut, kelompok penerbangan full service tak akan dikenakan biaya bagasi maksimal 20 kg, kelompok medium service maksimal 15 kg. Sementara khusus penerbangan berbiaya murah (LCC) dapat dikenakan biaya.
Lion Air dan Wings Air tak lagi menerapkan fasilitas bagasi gratis bagi penumpang sejak 22 Januari 2019.
"Mulai tangg 22 Januari mulai sepi. Sudah nggak ada bagasi, hanya 7 kilo untuk kabin saja. Kita sudah tidak punya pekerjaan untuk mengangkut barang lagi karena penumpang sudah tidak membawa bagasi. Ini dampak besar bagi kita," ungkap Wahyudin, buruh bagasi (Porter) di Bandara Bima, kemarin.
Diakui, menawarkan jasa pengangkut bagasi setiap hari di bandara sudah dilakoni selama 10 tahun. Setiap hari kadang membawa pulang uang hingga Rp 200 ribu. Namun pasca penetapan bagasi berbayar, dia hanya bisa mengumpulkan sekitar 40-50 ribu rupiah.
"Kadang juga beberapa hari ini nggak dapat sepeserpun. Ini sepi semua jadinya. Banyak yang nganggur," ketus pria 36 tahun ini.
Senada, Ketua Taxi di bandara Bima Yamin mengaku harus merogoh kocek dalam-dalam untuk membayar kredit mobil. Setiap hari mobilnya hanya parkir di bandara tidak ada aktivitas. Selain sepi, penumpang juga sudah tidak membawa bagasi. Sehingga memilih naik ojek ketimbang taxi.
"Bulan ini saya harus nombok Rp 5 juta untuk tutupi kredit mobil seharga Rp 7.3 juta per bulan. Kalo gini terus, kita bubar. Karena nggak ada aktivitas," celetuknya.
Menurutnya, perubahan statistik penumpang tersebut terjadi sejak memasuki tahun baru 2019. Terlebih adanya kenaikan harga tiket membuat lahan kerja mereka semakin terancam.
Menurut dia, para penumpang sudah beralih ke moda transportasi darat. Karena tidak sanggup membayar bagasi dan harga tiket mahal. Apalagi saat ini dianggap sebagai bulan-bulan paceklik.
"Orang kantoran aja mikir mau naik pesawat sekarang," ketusnya.
Dia menilai, kebijakan saat ini salah. Karena tidak memperhatikan perekonomian masyarakat ke bawah. Apalagi daerah Bima masih sangat terbelakang dan sulit mencari mata pencaharian.
"Semuanya sudah eror. Kalo pun kita dapat penumpang, paling sehari hanya sekali. Kasian mobil yang nyicil. Sedangkan kiblat kita cari makan hanya di bandara. Tidak pernah kejadian seperti ini selama puluhan tahun menjadi sopir taxi sejak 1995," beberanya.
Selain itu, Yamin juga membeberkan, selain penerbangan dibatalkan juga masih kerap terjadi delay. Kondisi ini juga dinilai memicu penumpang tidak menggunakan jasa penerbangan.
Dia memohon agar tidak lagi ada bagasi berbayar dan harga tiket kembali normal. Sehingga semua perekonomian masyarakat bisa kembali pulih.
"Kita tunggu sampai Pemilu, semoga lebih baik," harapnya.
Sementara itu, KKP Bandara Sultan Salahudin Bima Punto W mengungkapkan, kondisi tersebut dipicu karena pengaruh cuaca dan aktifitas penumpang yang berkurang. Dia menilai, tren setiap awal tahun memang dijumpai adanya penurunan aktifitas masyarakat.
"Terlebih lagi adanya ketentuan bagasi berbayar," katanya.
Diakui, persoalan itu secara otomatis berdampak pada semua lini. Pendapatan negara bukan pajak juga akan turun.
"Kondisi ini seenaknya sama juga dengan tahun kemarin. Setiap awal tahun memang begitu. Tapi kali ini memang sedikit dipengaruhi juga oleh bagasi. Walapun tidak semua maskapai memberlakukan bagasi berbayar," pungkasnya.(poros-07)
COMMENTS