Dibaca Normal
Ilustrasi |
Dompu, Poros NTB.- Penyakit
yang disebabkan gigitan anjing agaknya menjadi ancaman serius bagi masyarakat
di Kabupaten Dompu, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Penyebaran penyakit yang
disebabkan virus rabies yang ditularkan melalui gigitan anjing itu menimbulkan
kekhawatiran bagi masyarakat di "Bumi Nggahi Rawi Pahu" (moto Kabupaten
Dompu).
Menyitir Kantor Berita Antara, hingga kini di Kabupaten Dompu sedikitnya lima korban meninggal dunia akibat virus rabies yang ditularkan ke manusia melalui gigitan anjing, termasuk satu korban yang meninggal dunia pada 4 Februari 2019 setelah digigit anjing liar.
Kasus rabies di Kabupaten Dompu pertama kali ditemukan di
Kecamatan Kempo pada 2018 yang kemudian menyebar ke kecamatan lain di daerah
itu. Hingga kini ditemukan 527 kasus, sebanyak 273 kasus terjadi pada 2018 dan
pada Januari hingga awal Februari 2019 sebanyak 254 kasus.
Kasus rabies yang meningkat drastis pada awal 2019 ini
menimbulkan kekhawatiran bagi masyarakat dan pemerintah. Kondisi ini mendorong
Pemerintah Kabupaten Dompu menetapkan status Kejadian Luar Biasa (KLB) penyakit
rabies.
Pada umumnya korban yang meninggal dunia tersebut
disebabkan penderita terlambat dibawa ke rumah sakit, karena faktor
ketidaktahuan masyarakat. Setelah digigit anjing mereka hanya membersihkan
bekas luka gigitan anjing dengan air tanpa ada perawatan lebih lanjut, sehingga
terjadi infeksi.
Rabies adalah penyakit infeksi tingkat akut pada susunan
saraf pusat yang disebabkan oleh virus rabies. Penyakit ini bersifat
"zoonotik", yaitu dapat ditularkan dari hewan ke manusia. Virus
rabies ditularkan ke manusia melalu gigitan hewan, seperti anjing, kucing,
kera, rakun, dan kelelawar.
Secara medis masa inkubasi atau waktu yang dibutuhkan
untuk munculnya gejala klinis setelah seseorang terinfeksi virus rabies terjadi
2 minggu hingga 12 minggu, meskipun bisa juga terjadi dalam waktu 4 hari.
Semakin dekat daerah infeksi, maka semakin pendek masa inkubasinya.
Kepala Dinas Kesehatan NTB dr Nurhandini Eka Dewi mengatakan infeksi akibat virus rabies ini menyerang susunan saraf otak, sehingga penderita meninggal dunia, jika tidak cepat mendapat pertolongan medis.
Menurut dia, dari 10 orang dinyatakan tertular rabies, lima di antaranya meninggal dunia. Kasus terbanyak ditemukan di Kecamatan Kempo, sebagai daerah pertama kali didapati kasus rabies.
Untuk mencegah kasus rabies agar tidak semakian meluas, Dinas Kesehatan NTB telah menyalurkan sebanyak 2.609 vial vaksin anti rabies dan yang sudah terpakai sebanyak 1.370 vial. Setiap orang yang digigit satwa yang menularkan virus rabies, termasuk anjing membutuhkan lima vaksin untuk mencegah infeksi rabies.
Selain memberikan vaksin, Dinas Kesehatan NTB juga telah membuat surat edaran kewaspadaan rabies yang kemudian ditindaklanjuti oleh Pemerintah Kabupaten Dompu dengan membetuk tim pengendali rabies hingga desa-desa, terutama desa-desa yang berisiko rabies, termasuk melakukan pelarangan keluar hewan yang berasal dari Kabupaten Dompu, ke Kabupaten Bima dan Sumbawa untuk mencegah penularan.
Tak hanya itu Dinas Kesehatan Dompu bersama Balai Besar Veteriner (BBVet) Denpasar juga sudah melakukan pengambilan sampel terhadap hewan penular rabies (HPR).
Dalam upaya mencegah penyebaran rabies kini petugas Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Dompu juga telah mengambil sampel dan melakukan vaksin terhadap hewan penular rabies.
Dari total 72 sampel yang diambil, 10 ekor anjing dinyatakan positif terpapar
virus rabies, 33 negatif dan 29 sampel diantaranya belum dikirim atau
diperiksa.
Selain itu hingga kini 1.729 satwa anjing telah diberikan vaksin rabies oleh
petugas. Selain anjing, 59 kucing juga telah diberikan vaksin rabies. Untuk
mencegah penyebaran rabies, 524 anjing dan enam kucing telah
"dieliminasi" (pemusnahan secara selektif) oleh petugas.
Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Dompu Zainal Arifin mengatakan jumlah warga yang digigit hewan penular rabies ini terus setelah penetapan KLB rabies baik dari korban baru maupun dari korban gigitan lama.
Kasus warga yang digigit anjing ini tersebar di tujuh kecamatan di Dompu, tertinggi di Kecamatan Kempo sebanyak 262 orang. Dari 489 warga yang menjadi korban gigitan anjing, 462 di antaranya telah diberikan vaksin anti rabies.
Vaksinasi rabies
Zainal mengatakan, vaksinasi rabies hingga kini masih terus dilakukan meski dengan peralatan yang terbatas. Untuk vaksin rabies mendapat bantuan dari pusat melalui Dirjen Peternakan Hewan Kementan sebanyak 3.000 dosis.
Dia mengatakan peralatan seperti perlengkapan vaksinasi
dan alat pengaman diri (APD) masih minim karena tidak ada persediaan. Karena
itu untuk sementara para petugas selalu waspada dan melakukan vaksinasi pada
ternak yang ada pemiliknya dan tidak berisiko.
Kendala lain keterbatasan peralatan, para petugas juga
mengalami kesulitan melakukan vaksinasi karena sebagian besar hewan berpemilik
berada di ladang.
Sementara itu Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan
Hewan Provinsi NTB, Dra. Hj. Budi Septiani mengatakan provinsi ini
termasuk daerah yang rawan berisiko tinggi terhadap masuknya Hewan Penular
Rabies (HPR), mengingat provinsi ini di apit oleh dua provinsi, Bali dan NTT
yang merupakan daerah tertular rabies.
Terdeteksinya penyakit rabies di Kabupatan Dompu,
dikhawatirkan akan menular ke daerah-daerah lain, jika anjing atau HPR lain
yang menularkan penyakit rabies ini keluar dari wilayah Dompu dan menggigit
manusia.
Adanya temuan penyakit rabies ini diduga akibat keluar
masuk hewan secara ilegal ke NTB. Karena itu, Pemprov NTB akan melakukan
pertemuan dengan seluruh kepala dinas yang membidangi peternakan dan kesehatan
hewan di NTB. Termasuk menghadirkan langsung tim dari Kementerian Pertanian
Dirjen Peternakan.
Rabies atau yang dikenal juga dengan istilah "anjing
gila" adalah infeksi virus pada otak dan sistem saraf. Penyakit ini
tergolong sangat berbahaya karena berpotensi besar menyebabkan kematian.
Tanda-tanda anjing membawa penyakit rabies dapat dikenali dari tingkah anjing,
takut angin, cahaya dan manusia.
Ia mengatakan penyakit rabies tidak dirasakan langsung
oleh korban setelah digigit. Penyakit ini akan berefek dua bulan, bahkan lebih
dari satu tahun setelah itu, sebab penyakit ini masuk lewat syaraf lalu menuju
ke otak.
Sehubungan dengan dampaknya baru dirasakan dalam rentang
waktu yang relatif lama, mengakibatkan masyarakat menganggap digigit anjing
menjadi hal yang biasa. Cenderung diabaikan. Padahal, gigitan anjing sangat
berisiko.
Provinsi NTB termasuk daerah yang rawan dan berisiko
tinggi terhadap masuknya HPR, mengingat provinsi ini diapit oleh dua provinsi,
Bali dan NTT yang merupakan daerah tertular rabies.
Karena itulah untuk meminimalisir keluar masuknya hewan
pembawa penyakit rabies dari luar, Budi mengatakan pihaknya melakukan
koordinasi dengan semua pemangku amanah terkait dan juga melibatkan Karantina
Hewan sebagai palang pintu keluar masuk hewan dan tumbuhan di pelabuhan dan di
bandara.
Selain itu, ia meminta masyarakat semaksimal mungkin agar
terhindar dari gigitan anjing, melakukan eliminasi anjing liar dan kepada para
pemilik anjing peliharaan untuk melakukan vaksinasi agar terhindar dari risiko.
Kasus gigitan HPR yang semula hanya terjadi di Dompu,
kini meluas ke Kabupaten Sumbawa. Ini terbukti dari laporan seorang warga di
Desa Tarano, Kebupaten Sumbawa yang digigit anjing pada Rabu (6/2) pagi.
Karena itu Budi sudah mengingatkan Pemerintah Kabupaten
Sumbawa dan Bima yang berbatasan langsung dengan Dompu sejak 28 Januari
tentang kewaspadaan Rabies, mengingat daya jelajah PHR, khususnya anjing yang
relatif sulit dipantau.
Kini Pemkab Dompu, Sumbawa dan Pemkab Bima sudah
membentuk Tim Pengendalian populasi anjing dari tingkat Desa hingga Kecamatan,
terutama eliminasi terhadap PHR yang dicurigai membawa virus rabies dan juga
bekerja sama dengan pihak Karantina Pelabuhan.
Sejatinya rabies menjadi ancaman serius bagi masyarakat
di Pulau Sumbawa dan Kabupaten Dompu khususnya, karena penyakit yang disebabkan
gigitan hewan pembawa rabies, terutama anjing telah menelan korban jiwa dan
penyebaran kasus semakin meluas. (Ant)
COMMENTS