Dibaca Normal
Dra. Faridah, Kepala Bidang Aset BPKAD Kabupaten Bima yang juga Ketua Panitia Pelelangan tanah daerah |
Bima, Poros NTB.- Badan
Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kabupaten Bima akhir-akhir ini menjadi
pusat perhatian publik pasca dibukanya pelelangan tanah milik Pemerintah
Daerah. Apalagi sejak keluarnya hasil pengumuman daftar pemenang tender
beberapa waktu lalu.
Pihak-pihak yang
puas dengan keputusan pemenang tender pun, saban hari kerap “menggedor”
kantor BPKAD guna menggugat keputusan
yang mereka tengarai, Panitia pelelangan tanah dalam tugasnya melakukan praktek
kolusi dan nepotisme, bahkan ada yang menuding panitia melakukan korupsi.
Sementara pihak yang “paham
aturan” melakukannya lewat pengaduan resmi kepada panitia. Dimana panitia telah
mengantongi 12 pengaduan.
Menanggapi
suara-suara miring yang menyudutkan kinerja panitia pelelangan, Dra. Faridah,
Kepala Bidang Aset BPKAD Kabupaten Bima yang juga Ketua Panitia Pelelangan
tanah daerah angkat bicara.
Ia menegaskan, bahwa
panitia dalam melakukan tugasnya sudah sesuai dengan prosedur dan menjunjung
tinggi profesionalisme dan objektivitas.
“Nggak ada permainan!
Orang aja yang beranggapan nggak-nggak. Kalau menurut kami lelang (kali) ini Alhamdulillah.
Tidak ada masalah. Sebenarnya bisa kita lihat. Tapi orang luar yang menilai (buruk). Bahkan
pihak keamanan juga mengatakan (lelang kali ini) termasuk aman kalau dibanding dengan
sebelum-belumnya.” Ujar faridah, di ruangannya, Jum’at (8/2/19).
Panitia,
kata dia, selama pelelangan selalu stand
by di tempat untuk menanggapi setiap permasalahan yang mengemuka.
Keputusan pemenang tender sendiri sebagaimana SK penetapan yang diumumkan sudah tidak bisa diganggu gugat.
Keputusan pemenang tender sendiri sebagaimana SK penetapan yang diumumkan sudah tidak bisa diganggu gugat.
Contoh kasus yang sering
dipertanyakan pihak pengadu, yakni dimenangkannya tender bagi calon penggarap yang
nota bene membayar lebih rendah. Sementara yang membayar tinggi tidak
dimenangkan.
“Ini contohnya, menurut
calon penggarap, bahwa panitia itu sudah melakukan change (menukar posisi calon penggarap) atau sudah kita obok-obok,”
tukasnya.
Kata mereka
yang mengadu, calon penggarap yang tertera di urutan kedua harusnya ditempatkan
di urutan pertama.
“Namun, setelah kita
cek dokumentasi, seperti buku register, dokumen-dokumen penawaran yang
bersangkutan, ternyata apa yang dia cantumkan di penawaran itu yang kita
cantumkan pula di pengumuman,” tutur Faridah.
Yang pasti, katanya,
panitia akan memenangkan tender berdasarkan penawaran tertinggi.
Ia mengambil contoh, untuk tanah
seluar 45 are, standar penawaran pemerintah Rp. 2.953.500. Sementara jumlah penawar
ada 2 orang, yang satu menawar Rp. 10.250.000, yang kedua menawar 9 juta lebih.
“Tentu saja yang kita
menangkan penawar tertinggi, yang Rp. 10.250.000,” tegasnya.
Kalaupun ada kasus
penawar tertinggi tidak menang tender, beber Faridah, itu dikarenakan calon
penggarapnya yang curang.
“Ada yang mengajukan
penawaran tinggi misalnya 10 juta. Foto kopi rekeningnya ada, saldo akhirnya
juga 10 juta. Tapi setelah kita cek rekening Koran di bank ternyata uangnya (saldo akhir) cuman
40 ribu. Ya jelas kita blacklist, karena tidak memenuhi syarat.” Ungkapnya.
“Kami tidak segampang
itu dicurangi, karena kita bekerja dengan sangat hati-hati untuk mereduksi
adanya permasalahan. Jadi kami harus teliti.” Pungkas Faridah
Untuk diketahui tanah
daerah yang dilelang tahun ini seluas 600 hektar yang tersebar di 18 kecamatan.
Tidak termasuk Kecamatan Sape dan Lambu.
COMMENTS