Dibaca Normal
![]() |
Foto: Kericuhan Kegiatan Sosialisasi konsoludasi tanah di Desa Rasabou Kecamatan Bolo pada hari Kamis (28/03/2019) di Aula kantor Desa setempat. |
Akibatnya, kegiatan tersebut tidak dilanjutkan sehingga pihak BPN, PUPR dan Tatapem harus beranjak sekaligus meninggalkan lokasi karena kegiatan tersebut mendapat penolakan warga lantaran dinilai merugikan warga setempat.
"Program tata kota sangat merugikan kita. Pasalnya tidak sesuai dengan komitmen awal," ujar salah satu warga setempat, Darwis.
Kata Darwis, program tersebut harus dibatalkan karena banyak kecurangan dan berimbas merugikan kita selaku pemilik lahan. Hal itu kata dia, sebelumnya program tersebut disepakati pemotongan 20 persen lahan warga untuk fasilitas umum.
Namun realita di lapangan, justeru muncul nama oknum yang tidak memiliki lahan diatas lahan warga yang notabenenya sudah memiliki sertifikat.
"Hal itu dasar hukum penolakan kita. Masa tanah warga diembat begitu," ucap dia.
Diakui dia, terkait masalah itu oknum oknum tersebut sudah mengembalikan sertifikat yang dimaksud ke BPN untuk dilakukan pemutihan. Menyudul pengembalian sertifikat tersebut, muncul lagi pertanyaan warga bahwa tanah tersebut akan dikemanakan, apakah dengan sendirinya menjadi aset pemerintah ?. Nah hal itu sangat tidak diterima karena dinilai merugikan warga.
"Tanah itu hak milik warga. Jadi tidak bisa dijadikan aset pemerintah," pinta dia.
Sementara itu, warga lainnya, M. Khardi, menolak keras sosialisasi saat itu karena tidak sesuai harapan rakyat. Menurutnya, melalui program tersebut masyarakat didzolimi. Karena muncul dugaan pembodohan yang dilakukan oleh oknum Pemdes setempat.
"Beberapa tahun silam disepakati pemotongan 20 persen untuk fasilitas umum. Tapi seiring berjalannya waktu, muncul nama oknum yang tidak mempunyai lahan bahkan telah membuat sertifikat atas nama mereka," jelas dia.
Idealnya program pemerintah terkait tata kota sangat diapresiasi oleh warga. Tapi setelah muncul nama oknum tersebut, masyarakat mulai jenuh dan merasa telah ditipu mentah mentah.
"Kita sangat menyayangkan sikap oknum tersebut yang mengambil bukan haknya. Sehingga warga pun sepakat menolak program LC tersebut," tutur dia.
Pantauan wartawan, sebelum terjadi kerucuhan, kegiatan tersebut berjalan aman dan lancar. Namun saat memasuki acara saran dan usul, warga tidak bisa mengendalikan emosi dan sepakat meninggalkan aula kantor desa setempat.(Poros08)
Akibatnya, kegiatan tersebut tidak dilanjutkan sehingga pihak BPN, PUPR dan Tatapem harus beranjak sekaligus meninggalkan lokasi karena kegiatan tersebut mendapat penolakan warga lantaran dinilai merugikan warga setempat.
"Program tata kota sangat merugikan kita. Pasalnya tidak sesuai dengan komitmen awal," ujar salah satu warga setempat, Darwis.
Kata Darwis, program tersebut harus dibatalkan karena banyak kecurangan dan berimbas merugikan kita selaku pemilik lahan. Hal itu kata dia, sebelumnya program tersebut disepakati pemotongan 20 persen lahan warga untuk fasilitas umum.
Namun realita di lapangan, justeru muncul nama oknum yang tidak memiliki lahan diatas lahan warga yang notabenenya sudah memiliki sertifikat.
"Hal itu dasar hukum penolakan kita. Masa tanah warga diembat begitu," ucap dia.
Diakui dia, terkait masalah itu oknum oknum tersebut sudah mengembalikan sertifikat yang dimaksud ke BPN untuk dilakukan pemutihan. Menyudul pengembalian sertifikat tersebut, muncul lagi pertanyaan warga bahwa tanah tersebut akan dikemanakan, apakah dengan sendirinya menjadi aset pemerintah ?. Nah hal itu sangat tidak diterima karena dinilai merugikan warga.
"Tanah itu hak milik warga. Jadi tidak bisa dijadikan aset pemerintah," pinta dia.
Sementara itu, warga lainnya, M. Khardi, menolak keras sosialisasi saat itu karena tidak sesuai harapan rakyat. Menurutnya, melalui program tersebut masyarakat didzolimi. Karena muncul dugaan pembodohan yang dilakukan oleh oknum Pemdes setempat.
"Beberapa tahun silam disepakati pemotongan 20 persen untuk fasilitas umum. Tapi seiring berjalannya waktu, muncul nama oknum yang tidak mempunyai lahan bahkan telah membuat sertifikat atas nama mereka," jelas dia.
Idealnya program pemerintah terkait tata kota sangat diapresiasi oleh warga. Tapi setelah muncul nama oknum tersebut, masyarakat mulai jenuh dan merasa telah ditipu mentah mentah.
"Kita sangat menyayangkan sikap oknum tersebut yang mengambil bukan haknya. Sehingga warga pun sepakat menolak program LC tersebut," tutur dia.
Pantauan wartawan, sebelum terjadi kerucuhan, kegiatan tersebut berjalan aman dan lancar. Namun saat memasuki acara saran dan usul, warga tidak bisa mengendalikan emosi dan sepakat meninggalkan aula kantor desa setempat.(Poros08)
COMMENTS