Dibaca Normal
Bima, Poros NTB.- Sebanyak 30 orang perwakilan warga
Desa Tolotangga dan 40 orang Desa Parado Wane kembali dipertemukan untuk
membahas solusi pertikaian yang sebelumnya urung terlaksana.
Kali kedua pertemuan ini dihelat di Aula Barak Dalmas
Polres Bima Kabupaten, Jum’at (28/6/19) kemarin.
Nampak hadir dalam pertemuan, Kapolres Bima, AKBP
Bagus Wibowo, S,IK, Dandim 1608 Bima Letkol Inf. Bambang Kurnia Eka Putra, Kepala
BKPH TPMRW, Syaifullah, S.Hut. M.Si, Kabag Ops dan Kasat IK dan Kasat Reskrim
serta Pa Polres Bima, Kapolsek Monta, Iptu Takim dan Kapolsek Parado Ipda Nazaruddin,
Kabag SDA Kabupaten Bima, Drs Zainuddin, Camat Monta, Muhtar, SH. Camat Parado,
Baharuddin, S.Sos, PJ. Kades Tolotangga, Syarifurrahman, ST dan Kades Parado Wane, A. Malik, S.TP, serta Perwakilan
PT KOIN NESIA
“Keberadaan kita di Aula Barak Dalmas Polres Bima ini
dalam rangka nembangun dan memperkokoh tali silaturahmi di antara kita. Karena
kita bersaudara.” Ujar Kapolres.
Meski begitu, untuk “memudahkan” pertemuan kali ini, kepolisian
mengatur tempat duduk antara perwakilan kedua desa secara terpisah.
Mengawali diskusi, baik Kapolres maupun Dandim,
menekankan, bahwa pertemuan tersebut digelar semata-mata untuk mencari solusi
pemecahan masalah secara bersama-sama. Untuk
itu, kedua punggawa penegakan hukum dan keamanan di Bima ini, menghimbau agar meniadakan tendensi ingin menang sendiri. Apalagi
memunculkan isu dan lontaran provokasi yang tidak bertanggung jawab sehingga memicu
kembalinya pertikaian.
“Jangan mau menang sendiri, tunjukkan bukti-bukti dan
jangan mementingkan diri sendiri,” himbau Kapolres.
Mendapat kesempatan pertama, perwakilan Desa Parado, menyatakan,
sadar lahan yang dibuka dan digarapnya adalah hutan tutupan negara. Namun
mereka berargumen, bahwa lokasi lahan di hutan tutupan negara tersebut adalah
lokasi swakelola oleh 4 desa, berdasarkan Piagam bersama tahun 2006.
Mereka merunut, pada awalnya lokasi tersebut ditanam dengan
pohon kemiri. Namun setelah pohon kemiri mengalami kerusakan akibat ditebang, maka
tercetuslah Piagam Parado tentang pembagian lahan oleh LSM, Dinas Kehutanan, dan Pemda Kabupaten
Bima, sehingga masyarakat Parado wane
memasuki lahan untuk menanam jagung.
Sementara itu, Perwakilan Desa Tolotangga, mengatakan,
bahwa hutan di lokasi “So Oi Kambu’u” yang disoalkan, sudah rusak parah
sehingga mata air yang ada di sekitarnya sudah berkurang.
Mereka juga membantah argumentasi warga Parado Wane
dengan dalih, bahwa Piagam Parado yang disepakati itu, tidak dapat dijadikan
sebagai legitimasi untuk menguasai lahan secara perorangan. “Apalagi membabat
hutan untuk tanam jagung, melainkan untuk melindungi hutan kemiri yang ada.” Terang
wakil Tolotangga.
Untuk itu, mereka menuntut lahan yang telah dikuasai warga
Desa Parado Wane agar dikosongkan dan dikembalikan fungsinya sebagai hutan
(tutupan negara).
Menanggapi argumentasi dan dalih kedua kubu, Kepala Bagian
Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) TPMRW, memaparkan beberapa hal. Pertama,
lokasi yang disoalkan merupakan Hutan Tutupan Negara yang keadaannya saat ini
sudah rusak parah, sehingga tidak boleh dilakukan aktivitas dengan menanam
tanaman dengan umur di bawah 1 tahun.
Terkait lahirnya Piagam Parado tahun 2006, Syaifullah
menyatakan, bahwa piagam tersebut dimaksudkan untuk melindungi hutan kemiri.
Hal senada juga dikatakan Kabag SDA Kabupaten Bima,
Drs. Zainuddin, meluruskan, yang namanya hutan tutupan negara, tidak ada yang
namanya pembagian lahan.
“Piagam Parado yang ditanda tangani tahun 2006 itu, intinya
untuk mengelola hutan bukan untuk dimiliki.” Ucapnya.
Karena kawasan hutan yang menjadi obyek pertikaian, berfungsi
melindungi sumber mata air yang ada di sekitarnya.
Perwakilan dari PT KOIN NESIA, Heri, yang memegang
ijin kelola juga angkat bicara. “Kawasan tersebut ada yang punya hak yakni LH (lahan
debit air) dan Hak PT KOIN NESIA,” Tandasnya. Dan “Bahwa kawasan hutan tutupan tidak
boleh diduduki, untuk itu harus ada penegakkan hukum.” Pintanya menambahkan.
Kades Parado Wane sendiri, A. Malik, STP, nampaknya
tidak ngotot dengan argumentasi warganya. “Piagam Parado dicetuskan agar pohon
kemiri dijaga kelestarian dan oleh karena sudah banyak yang ditebang. Maka
Pemda berinisiatif membuat kelompok masyarakat untuk tanam kembali kemiri yang
sudah di tebang,” katanya menyadarkan.
Dengan bijak, Malik mengingatkan, bahwa Kedua desa
yang kini bermasalah adalah satu rumpun.
Artinya, antara warga Desa Tolotangga dan Desa Parado
Wane, hakikatnya bersaudara. Sehingga tidak elok jika terlibat pertikaian.
Usai Diskusi, Kapolres, menyimpulkan beberapa hal. Antara
lain, kelestarian hutan di kawasan di So Oi Kambu’u agar dijaga bersama
kelestariannya, dan kawasan tersebut dijadikan sebagai “Status Quo”.
“Masalah ini sudah selesai, tapi bukan langkah akhir. Kita
akan turun bersama-sama ke lokasi kemudian
kita diskusi kembali,” pungkas Kapolres.
Dandim 1608/Bima, menambahkan, agar hutan tersebut bisa
diperbaiki kembali (reboisasi) dan dilestarikan.
“(Sekali lagi) jangan main hakim sendiri, lapor bila
ada masalah.” Ajak Dandim yang dikenal memiliki komitmen kuat dalam menjaga
kelestarian hutan ini.
COMMENTS