Dibaca Normal
Namanya Anisah, MPd. Dara kelahiran Sape, 29 tahun lalu ini dinobatkan sebagai dosen terbaik tahun 2019. Keseriusan dan komitmen lah yang membuatnya dinobatkan sebagai dosen nomor satu saat ini di STKIP Tamsis. Lalu apa saja indikatornya sehingga perempuan tujuh bersaudara ini mampu memikat hati lembaga kampus untuk mengukuhkannya menjadi dosen terbaik? Berikut ulasannya.
------------------
Menyandang status dosen dengan prestasi bagus bukanlah hal yang direncanakan. Karena dia merasa bahwa segala kegiatan yang ia lakukan intinya bertujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan sumber daya manusia di kampus setempat. Yakni melalui karya-karya terbaik para mahasiswanya.
Menurutnya, menulis karya ilmiah bagi setiap mahasiswa adalah hal wajib dalam menyelesaikan perkuliahan. Di perguruan tinggi, mahasiswa dituntut dan dilatih untuk menghasilkan sebuah karya ilmiah. Seperti membuat laporan penelitian, makalah, skripsi, dan lain-lain. Namun, kendala yang dihadapi mahasiswa saat ini ialah cara memulai hingga menyelesaikan karya ilmiah dengan baik, jelas dan sistematis.
Inilah yang menjadi atensinya dalam menggairahkan budaya ilmiah kepada mahasiswanya sesuai program kampus setempat "Iklim Pikir".
Dari kelas yang satu ke kelas yang lain, Anisah terus menggalang mahasiswa yang punya tekad untuk menulis ilmiah. Meski tidak semua mahasiswa setempat ikut nimbrung dalam bimbingan penulisan karya ilmiah yang dipimpinnya. Namun perempuan berparas ayu ini getol betul dalam mengajak dan membimbing mahasiswa untuk berani tampil dan menyuguhkan karya terbaik.
Meski baru tiga tahun menjadi dosen setempat, perempuan yang akrab disapa Nisa ini sudah sukses membawa mahasiswanya meraih hibah Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) dan Program Hibah Bina Desa (PHBD) dari Kemenristekdikti. Meski tidak banyak, paling tidak Nisa sudah memberikan angin segar bagi mahasiswanya untuk mendapatkan pendanaan dari pemerintah pusat.
"Yang lolos PKM tahun kemarin satu tim, terdiri dari tiga mahasiswa. Satu judul, mereka dapat hibah sekitar Rp 6,8 juta. Sebelumnya juga ada yang lolos di PHBD delapan orang dengan pendanaan sebesar Rp 30 juta," beber Nisa.
Upaya Membimbing Mahasiswa
Sebagai ketua LPPM saat ini, Nisa bertekad untuk tetap fokus membimbing mahasiswa di bidang keilmuan. Bahkan dirinya sudah punya program khusus dalam pengembangan kompetensi mahasiswa.
Meski begitu, tidak mudah untuk menggalang mahasiswa untuk mau berkecimpung agar menulis. Namun belakangan ini, diakui gairah mahasiswa setempat untuk bidang ilmiah sangat bergeliat. Sejauh ini yang dia pantau, dalam penulisan karya ilmiah, mahasiswa hanya butuh pembimbing. Karena menurut mereka, karya ilmiah masih sangat awam.
"Itu hanya karena keterbatasan pengetahuan. Nah, dari sini kita poles mahasiswa untuk mulai menyusun proposal. Kita ajari bagaimana penulisan yang baik dan sesuai format yang diinginkan Kemenristekdikti," terangnya.
Selain itu, hal utama yang harus dilakukan adalah mencari potensi dan permasalahan di desa masing-masing mahasiswa. Di titik ini mahasiswa diajak untuk menuangkan potensi dan masalah itu kedalam tulisan. Maksudnya agar penulis benar-benar terlibat langsung dalam isi tulisan.
"Barulah kita buat kelompok dan mengembangkan proposalnya. Kita mereview dan perbaiki kembali," jelas dosen Pendidikan Matematika Homebased PGSD ini.
Kiprah Anisah, MPd Sejak Mahasiswa Hingga Dosen
Selama menjadi mahasiswa, anak kelima dari tujuh bersaudara ini meraih banyak prestasi. Selain beasiswa, Nisa juga pernah menyabet emas di ajang Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS). Ajang bergensi yang menjadi mimpi para mahasiswa itu, dia renggut pada tahun 2011 di Makassar.
Disamping itu, sarjana pendidikan UNY ini juga memperoleh hibah PIMNAS selama tiga tahun berturut-turut. Dengan dana sekitar Rp 7 juta, 10 juta hingga 21 juta. Dana itu cukup fantastis bagi mahasiswa pada saat itu.
Prestasi inilah yang menjadi cikal bakal sekaligus pemompa semangat untuk menggenjot SDM mahasiswanya. Bahkan untuk menarik mahasiswa agar mau berkecimpung, alumnus S1 dan S2 UNY ini harus menceritakan profil dan kesuksesannya selama menjadi mahasiswa. Ini cukup beralasan agar merangsang anak didiknya untuk ikut menapaki jejaknya.
"Kita targetkan seluruh mahasiswa ikut ambil bagian pada PIMNAS. Partisipasi dosen juga sangat dibutuhkan untuk merangsang mahasiswa agar berkecimpung," ujarnya.
"Karena saya tidak ingin merasakan sendiri seperti apa seru dan bangganya meraih emas di PIMNAS," kenang fasilitator daerah Kabupaten Bima untuk program Inovasi bidang Monitoring, Evaluation, Riset dan Learning (MERL) tahun 2018-2019 ini.
Nisa mengaku sangat bersyukur bisa masuk di STKIP Tamsis. Dibandingkan dengan teman-teman lain yang sama-sama melamar jadi dosen dan mengabdi di tahun yang sama, justru dia lebih beruntung.
"Alhamdulillah saya bisa lebih dulu mendapat kesempatan menduduki jabatan fungsional sejak tahun pertama mengabdi. Setelah dua tahun langsung dapat sertifikasi dosen," imbuhnya.
Dia tak bisa pungkiri jika raihan selama ini tidak terlepas dari kebijakan kampus. Tahun pertama ia bisa lolos meraih hibah PDP dan tahun kedua mendapat dobel yakni PDP dan pengabdian. Di tahun ketiga, kembali dia ajukan lagi, berharap bisa dapat.
"Semua ini tidak terlepas dari kekompakan dan dukungan penuh civitas akademika khususnya para dosen senior. Karena semua dosen disini punya peluang yang sama. Kompetitornya adalah diri kita sendiri, mau tidak untuk berbuat lebih, seperti mengurus hibah maupun kepangkatan. Karena support lembaga dalam mendukung para dosennya tanpa syarat," pungkansya.(poros07)
COMMENTS