Dibaca Normal
Kondisi gubuk yang ditinggali oleh Na'e Puasa, warga Dusun Wane Desa Tolotangga Kecamatan Monta Kabupaten Bima |
Niat untuk sesegera mungkin sampai di bibir pantai
yang tersohor dengan keindahan pasir dan ombaknya tersebut, segera saya urungkan.
Demikian Pewarta media ini, Teddy Kuswara mengawali laporannya.
Gambaran keindahan Pantai Wane dalam bayangan Teddy langsung
pudar. Gairahnya untuk mendatangi pantai pun seolah menyublim masuk ke tanah
pekarangan gubuk tersebut.
Instingnya sebagai seorang jurnalis yang disesaki rasa
ingin tahu membuat hasratnya untuk menikmati hari santai meluruh bak dedauan
tua yang bertebaran di sekitar gubuk tersebut.
Karena sejenak ia hanya terpaku pada keberadaan gubuk yang
menggelitik keinginanya untuk mengetahui keberadaannya lebih jauh.
Awalnya, Teddy berpikir, gubuk yang ada di hadapannya hanyalah
sebuah kandang yang dibangun oleh salah satu warga Dusun Wane Desa Tolotangga
Kecamatan Monta Kabupaten Bima untuk memelihara ayam atau kambing.
Namun ia terhenyak saat mengetahui bahwa gubuk reyot
yang menurutnya bahkan lebih bagus dari kandang berdinding-atap alang-alang yang membuatnya tertarik itu bukanlah kandang.
Melainkan hunian manusia.
“Kandang apa? Itu tempat tinggalnya Nae Puasa (nama
penghuni),” jawab salah satu warga yang kebetulan lewat, saat Teddy menanyakan
ikhwal gubuk tersebut.
Teddy hampir tidak mempercayai pendengarannya atas
jawaban tersebut. Karena ia sendiri adalah salah satu warga di Desa Tolotangga.
Dan ia bahkan tidak mampu membayangkan, bagaimana rasanya seseorang bisa menempati
gubuk semacam itu, yang atapnya sebagian masih memiliki celah lebar yang tak tertutup
oleh alang-alang.
Sayangnya kata Teddy, penghuni gubuk yang diketahu
bernama Na’e Puasa tersebut tidak berada di tempat.
Lebih terperangah Teddy dibuatnya, saat ia mencoba “menyolong”
tengok bagian dalam gubuk milik pria paruh baya yang tidak memiliki pekerjaan
tetap tersebut.
Penampakan bagian dalam gubuk Na'e Puasa |
Musababnya, penampakan
yang ia dapati di dalamnya ternyata jauh lebih miris jika dilihat bagian luarnya.
Didalamnya, ia mendapati lantai gubuk hanya terbuat
dari ranting-ranting pohon yang disusun jarang-jarang seadanya, tanpa kasur.
Hanya ada segulung karpet tipis nan usang berlubang sana-sini, yang didekatnya
terdapat perkakas masak memasak yang seadanya.
Teddy membatin, kalau penghuninya memiliki alternatif,
tinggal di gubuk seperti itu pastilah bukan pilihannya.
Lebih-lebih, berdasarkan informasi dari salah satu tetangga
berdekatan, Agus, mengatakan bahwa tanah tempat berdirinya gubuk itu juga bukan
milik pribadi penghuninya. “Sebagai tetangga, kami hanya membantu seadanya. Tanah
yang dipakai untuk membangun gubuk yang tiada beda nya dengan kandang inipun bukan miliknya (Na’e Puasa),” ujar Agus.
Untungnya, tutur Agus lebih lanjut, ada salah satu
tokoh pemuda setempat bernama yang akrab disapa Bula yang memiliki lahan itu,
menghibahkannya dengan tulus kepada Na’e Puasa untuk tempat tinggalnya.
Tapi akibat keterbatasan ekonominya, Na’e Puasa hanya
mampu membangun sebuah gubuk sebagai tempat tinggalnya.
“Saya hanya bisa menghibahkannya, tapi tidak mampu
berbuat lebih untuk tempat tinggalnya,” kata Bula yang bernama asli Sarmudin.
Ia berharap, setelah mendapatkan informasi ini, pemerintah
tidak menutup mata untuk membantu membuat tempat tinggal pria malang tersebut
menjadi lebih layak.
Pewarta : Teddy Kuswara
Editur : Aden KT
COMMENTS