Dibaca Normal
Oleh: Muammar
(Mahasiswa Magister Ilmu Hukum Universitas Muhammadiyah Malang & Alumni Fakultas Hukum UMSU)
Dalam kajian filsafat politik, etika politik dimaknai sebagai filsafat moral tentang dimensi politis kehidupan manusia. Etika politik merupakan cabang dari ilmu filsafat yang membahas prinsip-prinsip moralitas politik. Kemunculannya merupakan respon ambruknya struktur politik trandisional yunani klasik (Gilbert:1980)
Frans Magnis Suseno dalam bukunya, etika politik: prinsip moral dasar kenegaraan modern menjelaskan bahwa fungsi etika politik adalah upaya menyediakan seperangkat teori untuk mempertanyakan dan menjelaskan kekuasaan politik secara bertanggung jawab. Sebagai sebuah ilmu, etika politik didasarkan pada premis-premis yang rasional dan argumentative, alih-alih berdasarkan emosi, prasangka dan apriori.
Seorang elite politik dituntut memiliki pemahaman yang sahih tentang etika politik. Bahwa politik bukanlah alat meraih kekuasaan semata, lebih dari itu politik adalah alat untuk mewujudkan tata kehidupan yang adil, damai dan sejahtera. Elite yang memahami politik sebagai alat untuk meraih kekuasaan niscaya terjebak dalam kompetisi meraih dan menghalalkan segala cara dalam macapai kekuasaan.
Berbicara soal etika politik elite, alam bawah sadar akan membawa kita pada pemikiran Herakleitos, seorang filsuf Yunani yang hidup pada tahun 550-480 SM dianggap tokoh penting dalam sejarah filsafat Yunani. Dia terkenal dengan pemikiran yaitu Panta Rhei: segala sesuatu mengalir (“everything flows”). Dengan menggunakan perumpamaan sungai Herakleitos ingin menyampaikan bahwa segala sesuatu mengalir seperti air dan mengalami perubahan yang terus0menerus. Dalam pemikiran Herakleitos setiap detik dunia dan isinya berubah, perubahan siang ke malam, dari pai ke sore yang terlihat sebagai siklus yang tetap, akan tetapi sesungguhnya adalah sebuah perubahan, dan perubahan tersebut merupakan sebuah keharusan yang dimiliki alam.
Berangkat dari Panta Rhei, kita dapat memahami bahwa kehidupan manusia dalam berbagai aspek, terutama dalam aspek politik mengalir dan berubah-ubah. Perubahan yang sangat ekstrimpun dalam politik dapatlah terjadi seperti berubahnya lawan politik yang kalah dalam perebutan kekuasaan yang kemudian menjadi teman koalisi dengan mengatas namakan kepentingan rakyat yang di bungkus dengan kemasan yang sangat mulia dan gagah yang dapat kita sebut “Kabinet Rekonsiliasi”. Aahh… tapi sudahlah kita tidak akan membahas tentang ini.
Etika tidak hanya menyangkut perilaku induvidu saja, tetapi terkait juga dengan tindakan kolegtif (etika sosial). Dalam etika individual, bila orang mempunyai pandangan tertentu bisa saja langsung dapat mewujudkannya dalam tindakan nyata. Sedangkan dalam etika politik yang merupakan etika sosial, untuk dapat mewujudkan sesuatu ide dibutuhkan persetujuan dari sebanyak mungkin orang/masyarakat, karena menyangkut tindakan kolegtif bersifat tidak langsung tetapi membutuhkan perantara. Perantara ini berfungsi menjembatani pandangan pribadi dengan tindakan kolegtif. Perantara tersebut bisa berupa symbol-simbol maupun nilai-nilai yang dianut dalam masyarakat. Melalui symbol-simbol dan nilai-nilai itu, elit politik berusaha meyakinkan sebanyak mungkin warga agar menerima idenya sehingga mendorong kepada tindakan bersama yang disepakati.
Mengaktualisasikan diri dalam politik sah-sah saja, tetapi pahami dulu apa maknanya. Politik yang disebut sebagai sebuah seni karena membutuhkan kemampuan untuk meyakinkan orang melalui wicara dan persuasi, bukan melalui manipulasi, kebohongan dan kekerasan. Etika akan kritis terhadap manipulasi dan penyalahgunaan nilai-nilai dan simbol-simbol. Ia berkaitan dengan masalah struktur sosial, politik, ekonomi dan budaya yang mengkondisikan tindakan kolektif.
Menjadi seorang elit politik yang benar adalah tidak mudah. Politik pada hakikatnya adalah tugas jabatan dan panggilan hidup. Dan karena sebagai panggilan hidup maka seorang elit politik harus melakoninya secara penuh tanggung jawab, dengan berjalan di atas patokan aturan-aturan hukum serta moral dan etika politik yang benar. Ini merupakan tuntutan fundamental perilaku seorang elit politik sebagai makhluk ciptaan tuhan yang Maha Kuasa, terutama sebagai pemimpin dalam pemerintahan atau minimal terhadap partai politik yang ia pimpin.
Seorang elit politik yang kalah dalam pertaruhan kekuasan tidaklah hina, hal ini dikarenakan elit tersebut masih dapat berkontribusi terhadap rakyat dengan menjadi wachtdoc terhadap elit yang sedang berkuasa. Apabila elit yang kalah tersebut malah bergabung dalam kelompok yang menang maka tidak ada elit politik yang menjalankan tugas sebagai pengawas, hal tersebut sangatlah berbahaya dalam dunia demokrasi karena benturan tersebut terjadi langsung dengan rakyat karena tidak ada wadah yang mengakomodasi semua itu. Elite politik yang beretika akan lebih mengutamakan kepentingan bangsa dan negara terkhusus kepentingan rakyat di atas kepentingan kekuasan, karena di dalam politik berkuasa ataupun tidak berkuasa tidaklah hina.(*)
COMMENTS