Dibaca Normal
Oleh : Ahmad
Mahasiswa Pascasarjana Fisip (Universitas Muhammadiyah Malang)
Tidak mudah menyusuri perjalanan panjang menjadi tokoh dan penguasa lima tahunan ditengah tekanan selalu datang silih berganti suatu problem dengan rasa plus – minusnya kepercayaan publik untuk melewati samudra penuh kepentingan ragam
kekuatan. Memang kita mengakui setiap individu ketika menentukan sikap politiknya tidaklah mudah bagi seorang sedang mengekor dibalik kekuasaan/menjadi orang nomor
dua di daerah manapun seluruh Indonesia. Dengan fakta sosial politik dipentas pemilihan kepala daerah (Pilkada) hingga saat sekarang masih berpikir seribu kali ketika mengambil sikap meninggalkan kekuasaan sudah pasti dari pada melakukan gerakan baru membangun hubungan komunikasi politik berbagai kalangan elit dan para
tokoh setiap wilayah agar mendapat dukungan supaya bisa menduduki kekuasaan penuh. Sebab politik ibaratkan sebuah panggung besar, yang dimainkan dipanggung depan (Fronstage) dan panggung belakang (backstage), ending akhirnya dimaknai
berbagai perbincangan banyak kalangan dan mengundang aksi – reaksi ditengah
masyarakat sehingga membentuk diskursus dan opini publik.
Mungkin ungkapan ini menjadi acuan dasar bagi Drs. Dahlan M. Noer. Yang saat sekarang masih menduduki jabatan sebagai wakil Bupati Bima, hingga cara berpikirnya tetap terpaku menjadi pasangan seperti sebelumnya IDP – Dahlan (Dilan) sangat romantis dalam menjalankan roda kepemimpinannya satu periode serta ungkapan rayuan terhadap rakyat masih membumi disetiap politisi dari berbagai partai politik lainnya.
Kesuksesan IDP – Dahlan merupakan salah satu dorongan diberbagai kalangan masyarakat dan koalisi partai politik atas keberhasilan bersama membangun daerah, bukan semata – mata kinerja individu seorang pemimpin. Mungkin dalam keberhasilan itu rakyat Bima melihat figur Dahlan hingga sekarang sudah mempesona mampu
meredamkan gejola problem sosial yang muncul disetiap titik kerawanan seperti
konflik horizontal sudah mulai memudar. Tetapi Dahlan masih meragukan dirinya sendiri untuk menjadi figur panutan
kebanggaan masyarakat wilayah KAE dipanggung politik di tahun 2020 mendatang, atau karena pembacaan politiknya sudah didahului IDP yang selalu memanfaatkan kekuasaan diberbagai program setiap wilayah hingga optimis meraih suara terbanyak
di Pilkada selanjutnya. Dahlan bisa dikata “Murni penjara alam pemikirannya senidri” sebab tidak berani memperlihatkan sosok kesatrianya untuk menantang IDP serta siap
menumbangkan politik dinastisnya hingga sekarang. Padahal setiap pribadi berhak menentukan sikap politiknya untuk maju merebut kekuasaan dan menjadi pemimpin. Serta semua pribadi memiliki rasa optimisme maupun bertanggung jawab besar dalam memimpin rakyat Kabupaten Bima yang
dijuluki sebagai wilayah zona merah tersebut. Apalagi sosok Dahlan sudah diakui berbagai kalangan dalam menghadapi gejola politik dimainkan para aktor lewat media Cyber begitu banyak pembacanya.
Ketika kita benar – benar jeli membaca peta politik Dilan hingga mengakhiri massa jabatannya dalam waktu dekat ini, pola komunikasi politik berbagai generasi kabupaten Bima pun diakui bahwa sosok Drs. Dahlan M. Noer mampu merekrut setiap aktivis
mengkritik roda kepemimpinannya bersama IDP atas kebijakan maupun kurangnya program baik dibidang pembangunan, hingga pemberdayaan masyarakat masih belum merata. Tapi, melihat gerakan sosial politiknya membangun relasi antar kalangan
hingga menjemput bola menjadikan Bima sebagai daerah literasi lewat prestasi perpustakaan nasional tempo dulu. Itu menjadi salah satu acuan kemampuannya untuk mengantarkan menjadi orang nomor satu ketika mulai memperlihatkan figurnya menjadi penantang petahana. Hingga sekarang masyarakat kabupaten Bima masih
belum merasakan manfaat secara merata dari berbagai program diatas kendali IDP dan masyarakat masih menderita kemiskinan seperti para petani menginginkan kestabilan
harga tanamannya demi menopang kehidupan sosial-ekonomi mereka.
Kekuatan rantai politik hingga kekuasaan dinastis masih berjalan lurus, mungkin itu bukan karena masyarakat Bima melekat dengan sistem dari masa ke masa. Tetapi ini merupakan satu keberhasilan partai Golkar yang masih romantis menjalin relasi politiknya baik diinternal maupun memiliki kepercayaan terhadap masyarakat setempat hingga mempunyai sikap optimisme agar kembali memegang kekuasaan melalui
Pilkada sudah tercium aromanya yakni mempercayai IDP. Misalnya kita mengutip ungkapan Wringh Mills seorang tokoh Sosiologi Amerika Serikat dari Columbia University dengan dambaaan teori The Power Elit yang memiliki tujuan dan kepentingan berkuasa karena otoritas piramida kekusaan eksekutif atau dalam artian
selalu menggunakan kekuasaanya untuk memanfaatkan segala sesuatu. Gambaran teoripolitik demikian bisa kita petakan dengan pola acak strategis gerakan politik dimainkan IDP bersama kronik - kroniknya. Nah! sosok Dahlan hingga sekarang masih meragukan dirinya dan publik untuk menentukan sikap politiknya yang “do not dare to take the new shaft” karena sudah terpampang pesimis diwajahnya untuk maju selangkah lagi, jika IDP menggunakan kekuasaan atas kekuatan elite, kenapa tidak melakukan hal demikian menggunakan imaging the political in public padahal sama – sama mempunyai kekuasaan walaupun
posisi orang nomor dua di daerah kabupaten Bima. Ataukah karena tamparan politik dari ketua DPC partai Gerinda H Syamsudin, menyatakan Dahlan bukan siapa – siapa dipartai tersebut kala itu hingga tidak memberikan peluang baginya untuk meminang dan bergabung sebagai kader partai supaya mempunyai kendaraan politik diajang pentas demokrasi tahun 2020. karena sebelumnya diisukan akan mengambil alih partai berlambang burung Garuda atas dukungan para kliennya “ Ini menjadi sikap dilematis
Dahlan menentukan arus politiknya dan/atau mungkin tetap mengekor sebagai kekuatan petahana? sungguh ironis”.
Dari Keraguan Jadi Sosok Dambaan
Sikap pesimis politisi lintas partai politik yang selalu menilai kinerja Indah Damayanti Putri, SE dan Drs. Dahlan M. Noer (Dilan) selalu top menjalankan programnya dikarenakan isu dikalangan birokrasi memanfaatkan moment atas rasa terimakasihnya dikarenakan sudah diberikan jabatan strategis melalui jual beli jabatan sesuai kepentingan masing – masing demi menunjang kepentingan dipentas demokrasi sudah mulai tercium aromanya. Mungkin itu hanya fatwa politik sebagian politisi dan birokrasi sabung ayam memikirkan diri sendiri tanpa terlintas dibenaknya tentang
kemajuan daerah lewat aspirasi berkualiatas menunjang gerakan sosial kemasyarakatan lebih membangun.
Namun, rasa pesimis tersebut sudah melekat juga dengan diri Dahlan sebagai sosok seorang akademis dan birokrasi handal menduduki jabatan strategis di daerah zona merah. Lalu, konstalasi politik masih panjang hingga sosok Dahlan bisa membangun poros baru lewat gerakan sosial masyarakat hingga berpotensi merebut kekuasaan dan
dilirik oleh partai politik untuk meminangnya, serta menjadi perahu politiknya membangun arus baru demokrasi dipentas pilkada kali ini. Peluang lainpun masih bisa diraih Dahlan ketika menyatakan sikap kesatrianya maju menjadi kosong satu denganadanya restu publik dan koalisi berbagai parpol pengusung nantinya, mampu merebut kekuasaan.
“Inilah satu fatwa ketika Dahlan mengambil sikap politik yang sebelumnya kelihatan muka gemurung keraguannya hingga menjadi sosok dambaan publik keesokan harinya”.
Keseruan dipentas Pilkada 2020 akan menjadi fenomena menarik diberbagai kalangan dengan adanya kandidat yang siap menerobos arus politik baru dari satu piring hingga menjadi lawan politik sangat kuat dikarenkan games politik IDP sudah dibaca oleh sosok Dahlan selama menjalankan roda kepemimpinannya selama satu periode. Walau akhirnya akan merubah pola strategis politik demi menunjang kemenangan untuk menduduki kembali kekuasaan. Jika hal tersebut benar – benar terjadi, maka sudah ada
persaingan ketat bagi IDP yang ingin menduduki tahta kekuasaan sampai langit akan runtuh.
Misalnya, dalam kajian komuniaksi politik, Barbara dan Leslie Baxter (1996) yang selalu memaknai dialektika relasioanal sebagai satu situasi ketegangan berkelanjutan kontradiktif dengan politik penuh hiruk – pikuk di media cyber kerap memanas bahkan
mencapai titik didih di Pilkada Kabupaten Bima karena peta koalisi setiap partai baik didalam maupun diluar kekuasaan selalu cair dan harus diakui akan kerap berubah seiring dinamika politik berkembang. Bisa jadi semua partai tiba – tiba mendukung Dahlan hingga menaikan elaktabilitasnya sebagai sosok dambaan rakyat yang
tersembunyi selama ini, dalam relasi kuasa bergerak dibawah tanah atau dipanggung belakang sampai benar – benar berlaga kegelanggang pertarungan. Maka, ketika kita bandingkan Pilkada kabupaten Bima 2020 mendatang dan Pilkada
DKI 2018 lalu, pasangan calon Anies Baswedan dan Sandiaga Salahudin Uno merebut kekuasaan serta mampu menumbangkan incumbent Basuki Tjaha Purnama (Ahok) serta lawan politik lainnya. Namun, perspektik publik diseluruh penjuru Indonesia akan
lebih seru pertarungan konstelasi politik Pilkada kabupaten Bima dibandingkan DKI kemarin, walaupun tingkat Bupati dan Gubernur. Karena khayalan publik bahwa Dahlan menerobos arah baru demokrasi dan melawan IDP dengan pasangan calon lainnya sudah menyatakan sikapnya maju menjadi orang nomor satu seperti H Syafrudin M. Pd siap menumbangkan kembali incumbent seperti yang dialaminya di Pilkada 2015 lalu. Di media online maupun cetak NTB (Bima) sudah ramai – ramai memposting setiap calon melamar partai politik sebagai kendaraan politiknya, seperti H. Syafrudin M.Pd, melamar di PAN dan Nasdem, Edy Muhlis. S.Sos, sudah di Nasdem oleh timsesnya, M. Aminurlah, SE. PAN dan Nasdem, Herman Edison, Ahmad Abbas, Bahkan akhir – akhir ini Drs. Dahlan M. Noer sudah mulai nampak dan bergerak mendaftarkan dirinya di partai Nasdem oleh Tim Suksesnya. Melihat wajah politik sudah mulai memuncak dan para calon sudah mulai garap – menggarap pendukungnya dan tentu Golkar sudah mulai goyang pantatnya atas tindakan politisi mengambil sikap politiknya mengatakan
siap maju dan menumbangkan petahana merasa diri paling kuat disemua kalangan birokrasi dan politisi petinggi partai lainnya.(*)
COMMENTS