Dibaca Normal
Suasana pertemuan sejumlah tokoh yang membahas keberadaan patung di Pantai Wane |
Pertemuan
yang digelar di arel Pantai Wane, Dusun Wane, Desa Tolotangga, Kecamatan Monta,
Kabupaten Bima, Kamis (24/10/2019) tersebut dihadiri berbagai elemen
masyarakat, mulai dari tokoh muda, tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh adat
dan unsur terkait lainnya. Berikut fakta-fakta yang perlu Netizen ketahui.
Pernyataan Para Tokoh
Salah
satu Tokoh Adat, Syarifuddin, S.Pd mengatkan, pertemuan ini kami lakukan untuk
meluruskan berbagai isu yang berkembang di media sosial dan di tengah
masyarakat terkait keberadaan patung yang menjadi perbincangan hangat di media
sosial selama satu minggu terakhir.
“Terus
terang kami sebagai warga masyarakat yang tinggal di wilayah ini merasa risih
dengan berbagai informasi yang beredar di media sosial, jangan sampai
informasi-informasi tersebut terus dimainkan karena akan merugikan masyarakat
yang tinggal di sekitar Pantai Wane. Untuk itu hari ini kami ingin meluruskan
berbagai informasi tersebut dengan mengundang beberapa media yang ada di
sekitar wilayah ini,” katanya.
Dijelaskannya,
poin pertama yang harus diketahui, saat ini patai wane mulai ramai dikunjungi
oleh para wisatawan baik lokal maupun macanegara. Kehadiran para turis lokal
maupun turis asing telah memberikan dapak positif bagi kehidupan ekonomi masyarakat sekitar
lebih khususnya warga Dusun Wane.
Hal
penting lain yang harus diketahui oleh masyarak luas adalah keberadaan ornamen
patung hanya sebagai penghias taman dan bukan dibangun di tempat umum milik
pemerintah, melainkan di tanah pribadi
yang di dalamnya juga telah dibangun vila dan tanah tersebut sudah
disertifikat secara hukum atas nama Kombes Pol Ekawana Prasta manta Kapolres
Bima yang saat ini bertugas di Polda NTB.
“Untuk
diketahui di lokasi vila bukan mau dibangun tempat ibadah (Pure) umat hindu
atau semacamnya, tetapi patung-patung itu hanya sebagai hiasan taman. Pemilik
adalah umat hindu jadi corak bali atau hindunya tetap ada untuk mempercantik
dan memperindah vila miliknya,” jelas mantan Sekretaris Desa Tolotangga ini.
Syarifuddin
menjelaskan, meski lokasi vila adalah milik pribadi, tetapi bagi pemilik
sendiri tidak pernah membantasi
pengunjung yang datang kesan. Sehingga oleh sebagian orang mungkin
menganggap vila itu adalah lokasi wisata yang dibangun pemerintah daerah
sehingga menimbulkan berbagai pertentangan jika ornamen patung tersebut
diletakan di sana.
“Jadi
kami ketahui persis bahwa di situ bukan mau dibangun tempat pemujaan atau tempat ibadah seperti yang mungkin
dipahami oleh sebagain orang karena beredarnya informasi yang keliru di media
sosial facebook, maka melalui kesempatan ini kami ingin meluruskan informasi
yang keliru tersebut melalui teman-teman media yang hadir,” ungkapnya.
Mantan
sekdes yang akrab disapa Angko ini mengungkapkan, bagi pemilik setiap rencana
membangun sesuatu di Vila miliknya selalu berkoordinasi dan memberitahukan
kepada tokoh adat dan masyarakat sekitar, jadi tidak mungkin masyarakat sekitar
tidak mengetahui keberadaan orenamen patung tersebut karena itu hanya sebagai
hiasan untuk mempercantik vila.
“Sekali
lagi kami tegaskan bahwa keberadaan patung-patung itu bukan sebagai tempat
pemujaan melainkan hanya sebagai hiasan taman yang memang di lokasi tempat
berdirinya patung itu rencana pemilik akan dijadikan taman yang ditanami bunga
dan rumput-rumput indah seperti konsep
hotel-hotel dan vila yang ada di Bali, bukan sebagai sarana ibadah,”
tegasnya.
Mantan
sekdes ini menguraikan, kalaupun ingin membangun sarana ibadah di lokasi ini
tidak memungkinkan karena syarat untuk pembangunan sarana ibadah harus sesuai
dengan Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No. 9 Tahun
2006 dan No. 8 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil
Kepala Daerah Dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum
Kerukunan Umat Beragama dan Pendirian Rumah Ibadat, jadi di lokasi ini tidak
memungkinkan membangun sarana indah.
Sesuai
dengan persyaratan yang kami ketahui lanjut dia, dalam membangun sana ibadah
itu setidaknya harus memenuhi beberapa persyaratan antara lain mengajukan
daftar nama dan KTP pengguna rumah ibadah paling sedikit 90 orang yang disahkan
oleh pejabat setempat, meminta dukungan masyarakat setempat paling sedikit 60
orang yang disahkan oleh lurah/kepala desa, kemudian harus ada rekomendasi
tertulis kepala kantor departemen agama kabupaten/kota dan juga harus ada
rekomendasi tertulis dari Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) kabupaten/kota.
“Untuk
itu informasi yang beredar harus kami luruskan, di sini tidak dibangun tempat
ibadah karena persayaratan sesuai peraturan dan undang itu jelas tidak
memenuhi, kalau pun dipaksankan, maka kami yang berada di wilayah ini yang
lebih dulu menentangnya, untuk itu kami mengajak semua pihak agar lebih bijak
menerima informasi di media sosial karena keberadan patung di sini murni
sebagai hiasan taman seperti patung-patung lain yang ada di Kabupaten Bima
seperti patung kuda yang ada di taman panda dan lokasi lainnya dan yang pasti
bukan sebagai tempat pemujaan,” tegasnya.
Hal
senada disampaikan tokoh muda Monta Selatan
Syarif Al-Kisah, pemuda asal Desa Waro Kecamatan Monta ini menegaskan,
bahwa patung yang berada di pantai wane bukan sebagai patung pemujaan seperti
anggapan sebagian orang di media sosial.
“Kami
tegaskan keberdaan patung di pantai wane tidak benar jika dianggap sebagai sesembahan dan isu itu
merugikan masyarakat sekitar, maka dengan ini saya mewakili kalangan muda Desa
Waro mempertegas bahwa orenamen patung itu bukanlan sebagai sesembahan
sebagaimana informasi yang beredar di media sosial. Maka tekait
informasi-informasi yang beredar tersebut kami akan tetap menjaga kemanan,
kerukunan dan ketertiban,” tegas pemuda yang juga menjadi Humas Kelompok Sadar
Wisata Pantai Wane ini.
Kemudian
pernyataan tokoh muda lain, Jufrin asal Desa Sondo meminta agar informasi yang
beredar bisa di luruskan melalui pertemuan yang digelar oleh para tokoh
masyarak Monta Selatan tersebut.
“Terkait
pertemuan ini kami ingin meluruskan informasi yang beredar, sebenarnya yang
harus hadir di sini adalah orang-orang menyebarkan informasi yang keliru.
Menurut kami itu adalah berita Hoax karena belum mengetahui secara jelas
keadaan kami di sini. Informasi yang beredar sudah jauh dari kenyataan, di sini
tidak ada tempat pemujaan melainkan ornamen patung yang hanya sebagai hiasan
taman bukan tempat pemujaan. Kami juga menegaskan bahwa kami tokoh masyarakat Monta Selatan mendukung
pariwisata pantai wane tanpa hoax.” tegasnya.
Status Tanah Lokasi Patung
Sebagai
orang mungkin berpikir bahwa keberadaan patung-patung di pantai wane adalah
lokasi umum milik pemerintah sehingga hal itu menimbulkan berbagai polemik dan
pandangan yang berbeda baik di media sosial maupun di tengah masyarakat, maka
pada pertemuan tersebut tokoh adat Desa Tolotangga Syarifuddin, S.Pd
menerangkan bahwa lokasi patung bukan di areal wisata milik pemerintah
melainkan milik pribadi
Syarifuddin
menegaskan lokasi tanah berdirinya patung adalah tahah pribadi milik Kombes Pol
Ekawana Prasta mantan Kapolres Bima. Tahan seluar 4 hektare itu telah
disertifikat dan di dalamnya telah dibangun vila demikian juga keberadaan
patung-patung penghias taman yang ada di dalamnya.
“Tanah
seluas empat hektare dengan jejeran perbukitan di pinggir pantai wane telah
dibeli labur oleh Bapak Kombes Pol Eka Wana Prasta mantan Kapolres Bima dari
salah seorang warga Tolotangga yang bernama M. Saleh Makka sekitar tahun 2014 lalu dan telah disertifikat.
Hal itu saya ketahui pasti karena saat itu saya menjabat sebagai Sekretaris
Desa Tolotangga,” tegasnya.
Dampak Keberadaan Vila Bagi Masyarakat
Sekitar
Masyarakat
Monta selatan khusunya warga Dusun Wane, Desa Tolotangga, Kecamatan Monta
mengungkapkan sisi manfaat keberdaan vila yang dibangun Kombes Pol Ekawana
Prasta di Lokasi Dusun Wane.
Salah
satu tokoh muda Dusun Wane Suhardin mengungkapkan, sejak vila dibangun geliat
pariwisata pantai wane mulai berkembang, meski pantai ini telah lama dikenal,
tetapi hanya sedikit orang yang mengunjunginya, namun sejak vila berdiri
potensi pariwisata pantai wane mulai berkembang terbukti dengan ramainya
pengunjung lokal dan mancanegara yang datang ke pantai tersebut.
Kata
Suhardin, keindahan dan daya tarik yang dimiliki obejek wisata pantai wane didukung
dengan keberadaan vila milik Pak Eka. Konsep vila yang dibangun dengan gabungan
Bima dan Bali menambah daya tarik bagi pengunjung untuk terus berdatangan walau
hanya sekedar berfoto-foto selfi di vila sembari menikmati keindahan pesona
alam dengan jejeran pasir putih dan panorama alam yang eksotis yang ditawarkan
pantai yang berhadapn langsung dengan
samudra hindia ini.
Tentu
dengan semakin ramainya pengunjung yang datang akan memberikan dampak positif
pada sisi ekonomi masyarakat Dusun Wane yang sebagian besar berprofesi sebagai
nelayan. Masyarakat sekitar merasakan manfaat dari kehadiran pengunjung.
“Keberadaan
vila dan berbagai ornament taman di lokasi tersebut telah menjadi daya tarik
bagi pengunjung yang memberi manfaat bagi masyarakat sekitar dan dengan
ramainya kunjungan wisata memberi dampak
positif pada kreatifitas pemuda Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) sehingga
mengalihkan para pemuda dari melakukan perbuatan-perbuatan yang melanggar hukum
dan norma ke kegiatan yang bermanfaat dalam sisi ekonomi,” jelasnya.
Selain
itu, bagi masyarak sekitar yang sebagian besar adalah nelayan merasakan sisi
manfaat dari meningkatnya penjualan ikan hasil tangkapan mereka kepada para
pengunjung yang datang.
“Kami
merasa bersyukur karena dengan dibagunnya vila di lokasi pantai wane semakin
meningkatkan geliat pariwisata yang meberikan dampak positif pada masyarakat
sekitar dari sisi ekonomi. Para pemuda pengangguran berkurang dan masyarakat
senang karena penjualan ikan hasil tangkapan meningkat,” ucapnya.
Di
sisi lain, lanjut Suhardin, konsep pembangunan dan keberadaan ornament di vila
tidak pernah bertentangan dengan masyarakat sekitar. Meski lokasi vila adalah
milik pribadi tetapi bagi pemilik tidak pernah membatasi pengunjung yang datang
ke sana bahkan para pengunjung tidak pernah ditarik biaya masuk selain membayar
biaya parkir kendaraan roda dua dan roda empat dan itupun dikelola oleh para
pemuda desa setempat.
Kemudian
terkait, patung-patung yang ada di vila, Suahrdin menjelaskan, pemilik vila
adalah umat hindu, jadi konsep dan ornament yang ada di vila sedikit tidak ada
konsep bali dan hindu yang juga dipadukan dengan konsep Bima karena di vila
tersebut juga ada rumah panggung yakni rumah jadi ciri khas rumah orang Bima.
“Untuk
itu kita juga tidak semata-mata berpikir negatif terkait keberadaan ornament
patung yang ada di lokasi vila tersebut karena pemilik tidak pernah mengajak
orang di sekitar menjadikan
patung-patung tersebut sebagai sesembahan, ini juga yang perlu kami luruskan,
agar masyarakat luar tidak beranggapan kami warga Dusun Wane menjadikan patung
sebagai sesembahan dan lainnya. Isu miring itu harus kami luruskan,” tegasnya.
Pernyataan Sikap Para Tokoh Monta
Selatan
Menyikapi
bergama isu yang berkembang terkait keberadaan patung di pantai wane sejumlah
tokoh masyarakat Monta Selatan menyatakan sikap bahwa patung yang ada di lokasi
Vila adalah ornament sebagai penghias taman buka sebagai patung pemujaan dan
sesembahan.
Para
tokoh berkeyakinan keberadaan patung hiasan tersebut bukanlah suatu hal yang
menjadi ancaman pelunturan nilai budaya dan kearifan lokal apalagi melunturkan
nilai aqidah.
Para
tokoh menegaskan, bahwa di lokasi vila bukanlah tempat beribadah atau cikal
bakal rumah ibadah melainkan vila yang dijadikan tempat peristirahatan bagi
pemiliknya sewaktu-waktu datang untuk berkunjung atau berlibur.
Keberadaan
vila dan berbagai ornament taman di lokasi tersebut telah menjadi daya tarik
yang memberi manfaat bagi kunjungan wisatawan dan hal tersebut memberi dampak
positif bagi peningkatan ekonomi masyarakat sekitar.
Selain
itu, para tokoh masyarakat juga mengimbau kepada semua pihak agar tidak gegabah
mengembangkan isu-isu yang dapat melahirkan stigma negatif yang membuat wilayah
Monta Selatan terus dicap sebagai Zona Merah atau tidak aman sehingga berdampak
pada kurangnya minat masyarakat luar untuk berkunjung dan berwisata.
Dalam
pernyataan sikapnya para tokoh berkomitment untuk tetap menjaga keutuhan dan
keharmonisan (Kamtibmas) di lokasi kawasan pantai wane, umumnya Kecamatan Monta
dan Kabupaten Buma demi dinamisnya kelanjutan pembangunan dan transformasi
sisial kemasyarakatan dan tidak akan terpancing dengan adanya hal-hal yang
bersifat profokatif dari pihak luar yang belum tentu mengetahui secara pasti
terkait dengan keadaan sosial kemasyarakatan dan wilayah Monta Selatan.
Para
tokoh menyatakan sikap mendukung pariwisata pantai wane tanpa hoax dan dalam
waktu dekat akan melakukan klarifikasi dan pertemuan dengan Majelis Ulama Indonesia
(MUI) dan Farum Umat Islam (FUI) Kabupaten Bima untuk meluruskan informasi yang
berkembang di Media Sosial. (ADV)
COMMENTS