Dibaca Normal
Penulis : Humas STKIP Tamsis Bima
Editor : Edo
Bima, porosntb.com-Melalui dukungan Direktorat Pembinaan Sekolah Menegah Atas, Kementerian Pendidikan Republik Indonesia, tahun ini Wahid Foundation menggelar workshop untuk meningkatkan pemahaman dan keterampilan guru-guru di Kota Bima dalam upaya promosi toleransi dan pencegahan radikalisme.
Kali ini, Wahid Foundation membuat kegiatan dengan pendekatan tema-tema yang lebih aplikatif dan dirasa tidak menyinggung masyarakat lokal karena selama ini, sudah terstigma dengan adanya “cap merah” daerah radikal dari BNPT.
Pendekatan yang dilakukan oleh Wahid Foundation ingin mengangkat potensi guru sebagai pelaku pendidikan dan mitra strategis dalam menanamkan pendidikan karakter yang mendukung upaya toleransi dan perdamaian.
"Alhamdulillah dosen kami, Anisah, M.Pd., berhasil menjadi peserta dengan ide kreatif terbaik dan menang pada workshop Implementasi Pengembangan Budaya Damai di sekolah," ungkap Ketua STKIP Tamsis Bima, Dr. Ibnu Khaldun Sudirman, M.Si, Senin (18/11/2019).
Kesuksesan Anisah yang juga merupakan Ketua LPPM STKIP Tamsis Bima itu diharapkan mampu menjadi motovasi bagi dosen lainnya dalam berinovasi. Keterlibatan para civitas akademika pada kegiatan bertema pendidikan akan memberikan dan menambah energi positif pada kampus.
"Kami berharap, kreatifitas dosen semakin meningkat lagi. Bu Anisah sudah mampu membuktikan kemampuannya, dan saya rasa bukannya tidak mungkin juga bagi yang lain untuk mendapatkan capaian serupa," katanya.
Untuk diketahui, Wahid Foundation adalah lembaga yang didirikan KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) sejak tahun 2004 untuk mempromosikan nilai-nilai Islam yang damai, toleran dan saling menghormati dalam perbedaan. Pada tahun 2017 hingga 2020 ke depan, Wahid Foundation mengembangkan program untuk mempromosikan Toleransi dan Perdamaian di lingkungan pendidikan, khususnya sekolah menengah atas di beberapa provinsi, termasuk DKI Jakarta. Program tersebut bernama Sekolah Damai. Program ini dilatar belakangi berbagai hasil riset internal (Riset Rohis Wahid Foundation 2016) serta riset terkait yang dilakukan lembaga lain seperti PPIM, Setara Institute, dan lain-lain yang mengindikasikan adanya intoleransi dan radikalisme di lingkungan pendidikan.
Akhir 2018 lalu, Wahid Foundation didukung oleh Direktorat Pembinaan SMA dan Direktorat Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus Kementerian Pendidikan dan Kembudayaan RI melaksanakan Workhsop dan Festival Dana Mbojo Ma Taho di Kota Bima. Kegiatan Workhsop ini diikuti oleh perwakilan Organisasi Masyarakat Sipil, Pemerintah Daerah, sekolah menengah atas dan sekolah menengah kejuruan se Kabupaten Bima Nusa Tenggara Barat.
Workshop bertujuan untuk memetakan situasi aktual dan tantangan toleransi di Kota Bima. Hasilnya, muncul beberapa cerita mengkhawatirkan, misalnya adalah cerita dari seorang guru SMA tentang seorang muridnya yang memutuskan untuk berhenti sekolah dengan alasan tidak setuju dengan kegiatan rutin upacara bendera, mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKN) dan mata pelajaran pendidikan agama Islam.
Cerita lain misalnya adalah terkait dengan seorang guru yang mengatakan bahwa memukul murid dengan alasan tidak mau solat adalah hal yang dibenarkan di dalam dunia pendidikan sebagaimana yang diajarkan oleh Nabi Muhammad. (*)
COMMENTS