Dibaca Normal
Oleh: Ns. Abdarabbi S. Kep Cht
(Akademisi Kesehatan)
Saya melihat ada beberapa kebiasaan buruk birokrasi kekinian yang biasa kita temukan. Salah satunya adalah menempatkan seseorang pejabat yang tidak kompeten pada bidangnya, (right man on the right place). Menurut orang yang biasa seperti saya ini, ada beberapa hal yang harus diperbaiki dalam menyikapi kebiasaan ini. Setidaknya sebagai negara demokrasi harus ada keterbukaan untuk membuka saran serta kritik masyarakat luas. Dan yang terpenting pejabat publik bisa cakap dan tangkap dalam memecahkan sebuah persoalan yang berpotensi mencederai kemerdekaan individu dan kelompok.
Selain itu, birokrasi juga harus diaudit secara berkala pada posisi strategis tersebut apakah layak memangku jabatan tertentu atau tidak. Seperti persoalan baru-baru ini, di sebuah media lokal Bima pada 1 April lalu memberitakan bahwasanya Sekda Bima meminta ratusan tenaga sukarela di Rumah Sakit Umum Sondosia Kabupaten Bima untuk dirumahkan, kata kasarnya diberhentikan. Hal ini buntut dari aksi protes tenaga sukarela yang mogok kerja lantaran jasa pelayanan yang harus mereka dapatkan tak kunjung dibayarkan selama berbulan-bulan. Pernyataan Sekda yang meminta tenaga sukarela dirumahkan itu tentu sangat menyakiti perasaan para tenaga kesehatan yang berstatus sukarela wabil khusus para tenaga sukarela yang terlibat. Jelas sebagai pejabat pemerintah pernyataan yang seperti ini adalah pernyataan yang tidak etis bagi seorang pejabat pemerintah dan blunder.
Dengan pernyataan itu, mengkonfirmasi bahwa pejabat kita masih belum paham tentang etika dan kapasitasnya. Jika boleh saran, pejabat yang tidak memahami tupoksi agar tidak menjadi pejabat pemerintah, lebih pasnya menjadi kepala pasar karena lebih pantas.
Adalah benar, sekalipun tenaga sukarela tidak memiliki kekuatan tetap dalam menuntut upah mereka. Namun setidaknya ada penghargaan terhadap profesinya yang mulia merawat orang sakit, apalagi saat ini sangat dibutuhkan tenaganya dalam menghadapi wabah Covid 19 yang melanda dunia. Mirisnya lagi, nasib yang dialami oleh tenaga kesehatan sukarela di Rumah Sakit Umum Sondosia Kabupaten Bima ini, selain tidak mendapatkan insentif mereka justru terancam akan diberhentikan.
Pernyataan Sekda Kabupaten Bima tersebut sangat diskriminatif bagi tenaga sukarela. Menanggapi pernyataan lanjutan yang dilontarkan kepala Dinas Kesehatan dan Sekda Kabupaten Bima terhadap tenaga sukarela yang berjuang di garda terdepan dalam bakti kemanusiaan menghadapi wabah corona (covid-19) itu, menjadi bukti ketidakmampuan pemerintah dalam mengelola SDM dengan baik. Para tenaga sukarela yang melakukan aksi mogok itu bukan menunjukkan ketidak sukaan mereka dalam memberi pelayanan, justru harus dimaknai jika mereka menunjukkan rasa kepedulian dan kemanusian mereka terhadap masyarakat, dalam situasi seperti ini mereka ingin membuka perhatian pemerintah bahwa profesi kesehatan begitu penting untuk diperhatikan.
Seharusnya pemerintah berupaya mencari solusi dalam hal memperhatikan tenaga sukarela kesehatan, bukan malah ingin merumahkan mereka yang justru bisa berakibat pada penambahan pengangguran di daerah karena mereka akan kehilangan pekerjaan.
Lalu dimana letak kebijakasanaan pemerintah? Sungguh tidak masuk akal, uang jasa yang mereka terima dari rumah sakit tidak sebanding dengan pengabdian mereka. Apalagi sampai tidak dikasih. Padahal porsi kerja dan tanggung jawab dalam melayani pasien sama, dan bahkan porsi kerjanya bisa lebih dibanding tenaga medis yang berstatus tetap dan PNS.
Sementara rutinitas mereka layaknya seperti perawat yang bekerja dengan memperoleh upah, selalu datang lebih awal, tinggal lebih lama dan membantu orang lain lebih banyak serta selalu dibutuhkan. Pengalaman, mengaplikasikan ilmu, berharap pemerintah memberikan kesempatan untuk menjadi tenaga honorer, dan merasa malu menjadi seorang pengangguran.
Lalu dimana kebijakasanaan pemerintah? apa peran pemerintah sebenarnya? apakah seperti ini wajah keadilan itu? Sekali lagi saya sarankan kalau tidak bisa menjadi pejabat pemerintahan, maka lebih baik menjadi kepala pasar karena itu lebih cocok, sesuai dan pantas untuk mereka yang tidak paham kapasitasnya.(*)
COMMENTS