Dibaca Normal
Atraksi seni Ntumbu biasanya dipentaskan saat menerima tamu istimewa saat berkunjung di kecamatan Wawo dan di Bima pada umumnya. Ntumbu ini dimainkan berpasangan. Ada 2 atau 4 pasangan lelaki dan 1 orang sang guru yang akan mengendalikan para pemain ntumbu. Dalam permainan dan atraksi ntumbu diselingi dengan usik tradional dari gendang, serone dan gong. Seorang pemain berdiri menunduk mengarahkan kepalanya kea rah lawan, saat sudah siap lawan akan berlari dengan jarak 10-15 meter menabrak kepala lawan, atau mengadu kepala.
“Duk” bunyi seperti ini biasanya akan terdengar disekitar penonton. Bagi para pemain yang melakukan atraksi ntumbu, bukan sembarangan orang. Ada satu orang guru pengendali yang berfunsi sebagai tetua yang selalu mengawasi dan memberikan instruksi kepada para pemain. Namun yang berbahaya bila pemain Ntumbu ini tidak puas melakukan atraksi, maka tembok, pagar, tiang listrik akan ditubruknya menggunakan kepala.
Setelah itu bagaikan orang yang keserupun ia berdiri sambal menggerakan kepala seakan sadar. Salah satu pemain Ntumbu Ali (47) asal Desa Ntori, mengaku sebelum melakukan antraksi mereka berdoa untuk suksesnya atraksi Ntumbu ini.
“Saat atraksi Ntumbu, seakan-akan kami menabrak bayangan kami.” Jelasnya.
Menurut Ali, atraksi Ntumbu ini di era tahun 80-90 kerap dipentaskan di situs Uma Lengga. Biasanya 3-4 kali dalam 1 Minggu parawisatawan datang dengan menggunakan bis wisata, untuk melihat atraksi Ntumbu.
“Semoga dengan Ditetapkan Desa Maria sebagai Desa Wisata, bisa berkolaborasi dengan sanggar dari Desa Ntori untuk mementaskan atraksi Ntumbu,” tuturnya.
Di Desa Ntori kecamatan Wawo Bima, Ntumbu diwariskan turun temurun oleh satu keluarga atau keturunan. Dan jarang bisa dimainkan oleh orang lain di luar lingkungan keluarga itu. Sebelum bertanding (Beradu Kepala), salah seorang yang tertua di antara mereka memberikan air doa dan mantera-mantera kepada seluruh anggota pemain.
Mantera itu adalah ilmu kebal sehingga ketika mereka melakukan adu kepala tidak merasakan sakit dan tidak benjol atau berdarah akibat benuran kepala itu. Atraksi Adu Kepala diiringi oleh alunan musik tradisonal Bima yaitu dua buah gendang, satu serunai, gong, dan tawa-tawa. Ketika musik dimainkan, beberapa orang berlaga di depan seperti gaya pencak silat lalu saling menyerang dengan kepala.
Menurut para tetua di Desa Ntori Ibrahim Abu, menceritakan bahwa Atraksi Adu Kepala ini sempat juga dilarang karena ada pandangan bahwa atraksi ini bertentangan dengan ajaran Islam. Karena kepala adalah simbol kehormatan seseorang jadi alangkah hinanya jika diadu. Namun ada juga kalangan yang berpendapat bahwa hal itu adalah bagian dari tradisi untuk menggugah semangat patriotisme membela Kerajaan.
Atraksi Ntumbu telah ada pada zaman kesultanan Bima pada abat ke 17. Hampir 90 porsen atraksi kesenian tradisional Bima didominasi oleh atraksi ketangkasan yang menggambarkan semangat patriotisme dan kepahawanan. Hal itu dibuktikan dengan penggunaan alat-alat ketangkasan dan perlengkapan perang seperti parang, tombak, keris dan lain-lain dalam setiap atraksi.
Sumber : Diskominfotik NTB
Penulis : Teddy Kuswara
COMMENTS