--> Mengenal Fitri, Mahasiswi Sekaligus Atlet Segudang Prestasi Internasional Kini Menatap PON Papua | Poros NTB

Mengenal Fitri, Mahasiswi Sekaligus Atlet Segudang Prestasi Internasional Kini Menatap PON Papua

SHARE:

Dibaca Normal

Fitri Marwahdiyanti, SPd


Namanya Fitri Marwahdiyanti. Tahun ini ia akan wisuda di STKIP Taman Siswa Bima. Namanya masuk dalam gerbong mahasiswa hebat dengan predikat lulusan dengan pujian. Fitri berhasil mencatatkan skor akhir studi dengan IPK 3.96. Parasnya yang cantik berbanding lurus dengan prestasi aduhai yang ia raih selama mengeyam dunia perkuliahan. Berikut sekelumit ulasan kisahnya.


Penulis Edo Rusadin


Sepintas penampilan perempuan 23 tahun ini cukup menipu. Postur badannya imut tapi punya power yang luar biasa. Meski berparas cantik, tapi garang juga. Selain sebagai mahasiswi, dia adalah atlet bela diri taekwondo. 

Fitri sudah malang melintang di dunia karate dan sejenisnya. Kematangan mahasiswa Prodi Pendidikan Tekhnologi Informasi (PTI) ini dalam bidang bela diri Taekwondo dan Hapkido sudah teruji. Ia bahkan sudah mencicipi lomba hingga berskala internasional. 

Banyak medali yang sudah ia kalung kan. Salah satunya, juara Poomsae Junior Individual Putri (Kejuaraan Taekwondo Provinsi di Mataram tahun 2015). Sementara di cabang Hapkido, mahasiswi asal Desa Rabakodo ini juga tak kalah mentereng. Dia pernah menyabet juara 3 Hyung Senior Beginner Woman (Kejuaraan Nasional 1 di Yogyakarta tahun 2016), Hyung Senior Beginner Woman (Kejuaraan Nasional 2 di Yogyakarta tahun 2017). Dan juara 1 Hyung Senior Beginner Woman (Kejuaraan Nasional 3 di Jakarta tahun 2018). Selain itu, ia juga mengikuti seleksi ASIAN Hapkido Championship 2019 di Hongkong. Dan masih banyak lagi. 

Fitri sudah menggeluti dunia bela diri sejak duduk di bangku SMP. Hobi yang jarang dilakukan kebanyakan perempuan. Namun ia punya alasan untuk itu. Karena sebelum pindah ke Bima, gadis pemilik senyum manis itu telah menjalani hidup semi militer di pulau Jawa. 

Dia adalah anak sulung dari seorang prajurit TNI.  Fitri lahir dan tumbuh di lingkungan militer Asrama Yonif 413 Kostrad, Solo, Jawa Tengah. 13 tahun Fitri di sana. Wajar saja jika ia memiliki mental yang kuat karena berada di lingkungan orang-orang yang memiliki disiplin tinggi dan penuh dedikasi. 

Ia beruntung karena dididik dengan disiplin layaknya prajurit. Ayahnya sangat tegas mendidik anaknya-anaknya. Kadang harus menerapkan sistim militer dalam lingkungan keluarga. Fitri diwajibkan untuk disiplin dalam segala hal. Tidak cengeng, pantang menyerah dan harus bertanggung jawab. 

Dalam hal ini, Fitri tidaklah seberuntung anak-anak lain. Di mana saat mereka hanya sekadar dibentak atau dijewer oleh orangtuanya, Fitri justru mendapat didikan lebih dari itu. Sabetan kopel dan lemparan sepatu PDL adalah makanan sehari-hari baginya. Ia menganggap hal itu ibarat digigit nyamuk. Hal ini membuatnya terlatih untuk tahan banting dalam mengarungi kehidupan. 

"Ayah itu tegas. Didikannya luar biasa bagi hidup saya. Paling tidak saya nggak cengeng apapun masalah yang dihadapi," kata Fitri. 

Sekelumit Menjadi Anak Prajurit

Sebagai anak dari seorang TNI, Fitri harus betul-betul mandiri. Sejak lahir, pemilik tahi lalat di dagu itu sudah harus ditinggal sang ayah yang bertugas keluar daerah. Ia harus menjaga ibunya selama ayah tiada. Kadang ayahnya lama baru pulang. Bisa sampai bertahun-tahun. 

Memang semenjak bujang, ayahnya kerap dipakai dalam beberapa operasi di sejumlah wilayah hingga ke luar negeri. Pada tahun 1994 hingga 1996, ayahnya menjalankan Latma Malaysia-Indonesia dan Timika untuk Pembebasan Sandera. Bahkan, saat Fitri lahir pada 23 Juni 1998, tidak ada ayah yang mengumandangkan adzan di telinganya. Ayahnya sedang menjalani perintah negara. 

"Itulah resiko sebagai anak dan istri prajurit yang harus rela ditinggalkan demi tugas," ujarnya. 

Saat itu sang ayah harus mengamankan kerusuhan Reformasi 1998 tepat sebulan sebelum ia dilahirkan. Sebelum itu, sudah meledak kerusuhan Surakarta terkait tindakan rasial terhadap etnis Tionghoa yang diawali oleh krisis finansial Asia yang dipicu tragedi Trisakti pada 12 Mei 1998.

Sejak saat itu ayahnya tidak pernah pulang. Karena setelah pengamanan 98, sang prajurit harus kembali ditransfer ke Ambon hingga tahun 2000. Kondisi ini membuat Fitri tidak pernah melihat sosok seorang ayah di hidupnya. Sebagai anak perempuan tentu dia merindukan ayahnya. Tapi di usia saat itu, Fitri belum tahu apa-apa tentang kehidupan. Yang ia tahu hanya menikmati masa kecilnya dengan bermain. 

Tahun 2000, ayah sempat pulang, namun tidak lama. Setelah itu harus kembali berangkat mengamankan perbatasan di Atambua dan tragedi lepasnya Timur-Timur dari NKRI. Operasi kali ini cukup lama. Ayahnya harus bertugas selama tiga tahun. 

Kala itu Fitri dan ibunya memutuskan untuk pulang ke Bima. Karena ibunya sedang mengandung. Dengan uang pas-pasan, mereka kembali ke Rabakodo.

"Setelah adik saya lahir dan usianya baru beberapa minggu, Ibu memutuskan untuk kembali, karena sebagai istri prajurit tidak boleh meninggalkan asrama dalam waktu yang lama," ceritanya. 

Dalam perjalanan pulang ke Sukoharjo, nasib naas harus mereka alami. Ferry penyeberangan Lembar-Padangbai yang mereka tumpangi kecelakaan. Kapal itu terbakar hebat di tengah selat Bali. Namun beruntung ia dan Ibu beserta adiknya masih bisa selamat dengan menaiki skoci. 

Tahun berganti, usia Fitri sudah beranjak TK. Sementara sang ayah tak juga ada kabar kapan akan kembali. Justru setelah Timur-Timur, ayahnya kembali bertugas di PNJ Papua Nugini hingga tahun 2004 sebelum berangkat lagi ke Aceh membantu korban Tsunami. Setelah itu baru diberangkatkan lagi ke Ambon untuk pembebasan rakyat Maluku Selatan. Tentu saja hal ini membuat Fitri sangat kehilangan sosok ayah di hidupnya. 

"Saya memang tidak diperuntukan bersama ayah," ujarnya. 

Hari-hari ia lewati tanpa sosok ayah.  Dia berangkat sekolah sendiri, tak ada yang mengantar atau menjemput. Setiap pagi ia mengayuh sepedanya. Jarak asrama dan sekolah sekitar 5 kilometer. Ia tidak takut melawan kerasnya jalanan kota Solo. Semuanya ia lalui dengan berani dan mandiri. Ia hanya mengenal ayahnya melalui telepon umum.

"Sepeda itu uang kiriman ayah saat tugas di Ambon. Cuma di telepon interlokal saya mendengar suaranya," kenang Fitri. 

Suatu hari, Ibu memberi kabar yang membuatnya tersenyum lebar. Hal yang tentu ditunggu-tunggu oleh Fitri. Ayahnya akan segera pulang. Mendengar hal itu, Fitri begitu antusias meski kedatangan sang ayah masih seminggu lagi. 

Waktu berlalu terasa lama buat Fitri. Ia tak sabar menanti sang ayah. Hingga tibalah waktu kedatangan rombongan tersebut. Iring-iringan mobil Merci dan Helikopter yang membawa ayahnya pulang, Fitri yang sudah menunggu di depan jalan tak kunjung melihat wajah ayahnya. 

Satu per satu prajurit yang turun dari mobil ia perhatikan dan berharap langsung mendapat pelukan hangat dari ayahnya. Namun sama sekali ia tidak melihatnya. Sementara yang lain sudah berpelukan melepas rindu dengan keluarganya. Ia mulai kecewa karena merasa tidak bisa ketemu ayahnya. Tidak lama setelah itu, ibunya memanggil. Fitri menoleh ke belakang dan melihat pria gagah dengan seragam lengkap tengah memeluk ibunya.

"Ternyata itu adalah ayah saya. Saya tidak mengenalinya," kenang Fitri dengan wajah yang penuh haru. 

Fitri lari ke pangkuan ayahnya untuk melepas rindu yang sudah membelenggu selama bertahun-tahun. Saat itu ia sangat bahagia, karena akhirnya bisa bertemu sangat ayah. 

Kebersamaan mereka tidak berlangsung lama. Hitungan hari setelah kepulangan ayahnya, tepat saat buka puasa alarm di Batalyon tersebut berbunyi. Suara itu membuat Fitri sedih karena tahu bahwa ayahnya akan bertugas lagi. Benar saja, sang ayah buru-buru mengenakan seragam militernya dengan tas ransel bergegas menuju suara tersebut. Helikopter mendarat lagi di lapangan sempit dekat rumahnya. Dada Fitri mulai sesak, matanya mengembun lalu menumpahkan bulir hangat yang membasahi pipinya. Ayahnya melambaikan tangan dari Helikopter kemudian perlahan menjauh.

"Saya hanya bisa menangis di emperan rumah. Ayah akan kembali ke Aceh untuk operasi Gerakan Aceh Merdeka," ujarnya, lirih. 

Fitri bersedih bukan karena tidak rela melepas ayahnya bertugas. Ia kaget karena tidak ada aba-aba kalau ayahnya akan pergi lagi. Ibu dan Fitri tampak begitu sedih melepas ayahnya. Apalagi penugasan kali ini cukup berat karena harus operasi langsung dengan GAM selama tiga tahun. Waktu yang sangat panjang buat Fitri dan ibunya. 

"Saya tidak tahu lagi untuk berkata apa, menangis habis-habisan di depan ayah. Tapi saya yakin hati seorang ayah pasti mengerti," katanya. 

Kondisi tersebut rupanya membuat Fitri kecewa dengan keadaan. Dia merasa hidup tidak adil. Ada hal yang selalu ia ingat dan terus membekas hingga kini. Di mana saat-saat terakhir bersama ayahnya yang mau berangkat, ia mendengar langsung isi hati ayahnya yang selama ini tak pernah disampaikan. Ayahnya berucap:

"Nak, Fitri tau kalau Papa selalu menangis karena rindu, sejujurnya sebagai manusia Papa juga ingin dekat dan selamanya mendampingimu bersama Ibu. Tapi Papa ini Abdi Pertiwi, yang kadang pulang, kadang pergi lagi. Papa cuma minta, kalau papa pergi, jaga dan hibur adikmu. Karena sebagai anak pertama, kamu harus mampu mewakili Papa. Mungkin hari ini tangis Papa masih bisa Papa bagi sama kamu. Sekadar melegakan perasaan. Tapi suatu saat mungkin Papa nggak kembali, Fitri boleh nangis, nak. Tapi jangan meratapi. Hibur Ibumu, jaga keluarga kita. Hari ini Papa bisa menatapmu sepuasnya, tapi suatu hari bahagia seperti ini mungkin nggak bisa Papa dapat lagi. Nak, kalau soal kamu dan adikmu Papa nggak pernah kuat, ijinkan Papa saat ini menangis apa adanya sebagai seorang manusia biasa yang punya air mata," ucap ayahnya yang dikutip Fitri sambil tersentak meneteskan air mata yang terus meluncur deras. 

"Sesak sekali dada mendengar hal itu, begitu membekas bagi saya, di usia 10 tahun seperti diberi tanggungjawab begitu besar sebagai anak perempuan dan ditempa untuk tetap kuat," sambung Fitri penuh lirih. 

Ia tidak pernah merasa sekalut itu, sebelum ini. Setiap kata yang diuraikan ayahnya sangat bermakna mendalam bagi mental Fitri. Dari sini menjadi titik balik Fitri untuk terus melangkah melawan hidup tanpa sosok ayah di samping. Ia pun memeluk erat ayahnya sambil berurai air mata. 


Pulang Kampung


Sejak saat itu, Fitri mulai dewasa dalam bersikap. Ia tidak mau terlihat cengeng di depan adiknya dan menunaikan janjinya kepada sang ayah untuk menjaga ibu. Meski bertahun-tahun ditinggal ayah, ia tidak lagi seperti anak-anak menanyakan kapan ayahnya pulang. Ia lalui semua dengan teguh dan ikhlas. Meski dalam hati ia tetap merindukan sosok ayah. 

Waktu terus berjalan, hari-hari sunyinya yang dulu menyesakan dada sudah Fitri lewati. Ia mulai masuk SMP dan pindah ke Bima. Ayahnya yang baru saja pulang bertugas langsung mengurus pindah. Mereka pun kembali dan menjalani hidup seperti masyarakat biasa. Meski ayahnya masih berstatus TNI namun tidak ada lagi beban untuk mengikuti operasi di wilayah-wilayah konflik. Baru satu tahun di Bima, Fitri punya adik lagi. Mereka tampak bahagia menjalani hidup barunya di tanah kelahiran. 

Mereka memulai hidup baru lagi dari nol. Kebutuhan sehari-hari yang meningkat memaksa mereka harus putar otak untuk mencari penghasilan lain. Karena jika mengandalkan gaji seorang TNI, dinilai tidak cukup untuk kebutuhan lain-lain. Mereka pun memulai usaha kecil-kecilan.

Fitri membantu ibunya membuat pisang lumpia coklat diselingi dengan es lilin. Ia berinisiatif menjualnya di sekolah. Dua tahun berjualan, dagangannya selalu laris bahkan terkadang guru-guru selalu memesan khusus jajanannya. Sejak saat itu ia dan ibunya mulai serius menggeluti usaha tersebut sembari Fitri mengikuti latihan Taekwondo. 

"Saya tertarik dengan bela diri. Setelah berlatih selama satu tahun lebih, saya mengikuti Kejuaraan pertama saya di Tingkat Nasional untuk mewakili NTB, saya merasa bahwa peluang di beladiri ini sangat besar bagi saya untuk berprestasi," akunya.

Awalnya kedua orang tua Fitri tidak mendukung karena masalah biaya. Karena beladiri Hapkido masih baru sehingga segala biaya akomodasi Kejuaraan masih swadaya/ditanggung masing-masing peserta. Tapi karena tekad yang kuat, ia memutuskan menjual laptop untuk menambah biaya berangkat kejuaraan di Yogyakarta.

"Berkat dukungan dan do'a ibu dan ayah, Alhamdulillah saya membawa pulang medali pertama saya di beladiri Hapkido," ujar mantan Ketua OSIS SMAN 1 Woha ini, penuh bangga.

Di tahun 2017, setelah lulus  sekolah Fitri tidak langsung masuk kuliah meski sudah lolos jalur SNMPTN. Ia ingin melanjutkan pengabdian ayahnya sebagai seorang TNI dengan mendaftar sebagai Kowad. Namun Fitri gagal di pantukhir. 

"Sedih pasti, tapi saya yakin Allah telah menyiapkan yang terbaik buat saya," ujarnya. 

Sepulang dari tes Kowad, Fitri mendaftar sebagai mahasiswi STKIP Taman Siswa Bima. Sembari menunggu tes Kowad tahun berikutnya. Namun seiring berjalannya waktu, Fitri justru nyaman menjadi mahasiswa dan banyak hal baru yang luar biasa ia dapatkan di kampus merah tersebut. 

Tak pernah sedikitpun terlintas di pikirannya akan nyaman kuliah di kampus kebanggan masyarakat Bima ini. Terlebih lagi harus memilih jurusan PTI. Fitri sangat enjoy dengan proses perkuliahan. Bahkan kerap meraih IPK tertinggi setiap semesternya. 

"Akhirnya saya menyadari bahwa saya mulai nyaman berada di dunia perkuliahan, walaupun awalnya saya sering mengalami kesulitan dalam membagi waktu antara latihan, TC, kuliah dan mengerjakan tugas," katanya. 

Fitri mengaku kampus STKIP Taman Siswa Bima telah banyak memberi kesempatan serta peluang untuk berproses, berprestasi di akademik maupun non akademik. Sehingga ia harus mengubur impiannya untuk menjadi Kowad. 

"Awalnya ayah ragu karena soal biaya kuliah. Tapi saya menguatkannya dan berjanji akan memberikan yang terbaik," tegas perempuan yang pernah menjadi presenter terbaik dalam Konferensi Nasional Ilmu Komputer Ke-5 dengan Tema “Percepatan MBKM Bidang TIK Melalui Kolaborasi Internasional dan Nasional Tahun 2021” ini. 

Allah memang selalu memberi kemudahan kepada hambanya yang bersungguh-sungguh. Selama Fitri berproses di STKIP Taman Siswa, lewat doa-doa hebat ibunya, Fitri pun mendapatkan beasiswa sponsor kampus pada semester tiga. Tidak hanya itu, di saat-saat ia kesulitan biaya untuk mengikuti kejuaraan nasional di Semarang, kampus melalui ketua STKIP Tamsis Dr Ibnu Khaldun Sudirman MSi memberikan lampu hijau buatnya dengan menggelontorkan anggaran khusus. 

Tidak sampai di situ, kampus juga banyak memberinya wadah untuk menorehkan prestasi. Selain prestasi non akademik berupa menjadi atlet hingga tingkat internasional, Fitri juga adalah mahasiswi yang multi talent. Untuk bidang akademik, ia bahkan dipercaya untuk belajar di Picom Malaysia, menjadi Oral Presenter pada Konferensi Internasional. Suatu capaian yang membanggakan karena mampu menjajal prestasi akademik dan non akademik sekaligus hingga ke manca negara. Bahkan, Fitri akan berlaga di ajang bergensi tingkat nasional yakni Pekan Olahraga Nasional (PON) XX 2020 yang akan berlangsung di Papua pada 26 September mendatang. 

"Sampai di akhir skripsi, saya masih diberi amanah untuk mengikuti Konferensi Nasional Ilmu Komputer sebagai pemakalah. Lagi dan lagi lewat peranan do’a ibu, Jurnal Penelitian saya bisa diterbitkan dan Alhamdulillah saya berhasil menjadi Presenter Terbaik pada Konferensi Nasional saat itu," ujarnya penuh bangga. 

Kesuksesan demi kesuksesan telah ia raih. Di usianya yang masih muda, ia telah banyak menorehkan tinta emas. Ini tidak lepas dari do'a, kerja keras dan komitmen tinggi yang dibalut dengan prinsip yang telah ia tanam sejak kecil. Seolah ia ingin membuktikan kepada dunia bahwa keterbatasan bukanlah suatu penghalang untuk meraih prestasi. 

"Saya mungkin tidak akan bisa menjadi seperti ini, bahkan bukan siapa-siapa tanpa didikan ayah serta tangan emas dan doa hebatnya ibu yang selalu beliau langitkan kepada saya," pungkasnya. (*) 

COMMENTS

Nama

#Corona,124,ABRI,1,arena,54,Artikel,4,Bandara,7,Bansos,52,Bawaslu,17,bhakti sosial,39,bima,2687,bima iptek,4,bima. Pariwisata,3,Bjayangkari,1,Coro,1,Corona,88,Covid-19,29,Curanmor,3,Daerah,1,Demonstrasi,2,des,1,Desa,53,dompu,134,Editorial,2,ekbis,227,Ekonomi,1,Ekonomi.,4,Eksbis,1,enterpreneur,1,event,1,explore,2,featured,126,Hoax,3,huk,2,hukrim,715,huksrim,3,hukum,1,Humaniora,1,HUT RI,1,inspiratif,1,iptek,30,Keagamaan,15,keamanan,8,kebudayaan,1,Kecelakaan,3,kehilangan,1,kejadian dan peristiwa,2,kemanusiaan,4,kepegawaian,1,kependudukan,12,kepolisian,168,Kesehatan,136,Kesenian,1,ketenagakerjaan,2,Kodim,15,Kominfo,5,Konflik,1,Korupsi,11,kota bima,307,KPU,3,KSB,2,lingkungan,115,lombok,109,Maklumat,2,Mataram,95,miras,1,Narkoba,8,Nasional,15,NTB,1,olahraga,24,Opini,53,Pariwisata,81,Pelayanan Publik,13,pembangunan,25,pembangunan.,2,pemerintahan,798,Pemilu,1,Pemprov,3,Pemprov NTB,143,pendidikan,402,pendidikan.,8,Perbankan,1,Perguruan Tinggi,3,perhubungan,7,perisstiwa,47,peristiwa,469,peristuwa,1,Perjudian,2,persitiwa,6,Pertamina,2,pertanian,40,Peternakan,3,politik,282,Politik.,9,Prahara,12,Prestasi,34,Provinsi,1,puisi,1,regional,5,religi,58,religius,43,Sains,1,SAJAK,1,seni,1,SKCK,1,sosbud,194,Sosial,42,Sosok,6,SUDUT PANDANG,1,sumbawa,21,Tajuk,2,Tekhnologi,2,TKI,5,TNI,1,transportasi,4,travel,5,Tribrata,1,Vaksinasi,25,video,18,warta bawaslu,1,
ltr
item
Poros NTB: Mengenal Fitri, Mahasiswi Sekaligus Atlet Segudang Prestasi Internasional Kini Menatap PON Papua
Mengenal Fitri, Mahasiswi Sekaligus Atlet Segudang Prestasi Internasional Kini Menatap PON Papua
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh746-UISZBEyg5CMDE-MofmKT2d7oqZu34YuyB5MpPBGJrWZNPYvCy43AozaYJNfkqWKc1QsfcYHANv2n-OFVj8Lx3Rb3RiiIoyi9v_A1yZVTdMKgJThy-AWE71TpiGCMaxnb_Mct6zr2q/s1600/0_IMG-20210829-WA0061.jpg
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh746-UISZBEyg5CMDE-MofmKT2d7oqZu34YuyB5MpPBGJrWZNPYvCy43AozaYJNfkqWKc1QsfcYHANv2n-OFVj8Lx3Rb3RiiIoyi9v_A1yZVTdMKgJThy-AWE71TpiGCMaxnb_Mct6zr2q/s72-c/0_IMG-20210829-WA0061.jpg
Poros NTB
https://www.porosntb.com/2021/08/mengenal-fitri-mahasiswi-sekaligus.html
https://www.porosntb.com/
https://www.porosntb.com/
https://www.porosntb.com/2021/08/mengenal-fitri-mahasiswi-sekaligus.html
true
2479742407306652642
UTF-8
Loaded All Posts Not found any posts VIEW ALL Readmore Reply Cancel reply Delete By Home PAGES POSTS View All RECOMMENDED FOR YOU LABEL ARCHIVE SEARCH ALL POSTS Not found any post match with your request Back Home Sunday Monday Tuesday Wednesday Thursday Friday Saturday Sun Mon Tue Wed Thu Fri Sat January February March April May June July August September October November December Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec just now 1 minute ago $$1$$ minutes ago 1 hour ago $$1$$ hours ago Yesterday $$1$$ days ago $$1$$ weeks ago more than 5 weeks ago Followers Follow THIS PREMIUM CONTENT IS LOCKED STEP 1: Share to a social network STEP 2: Click the link on your social network Copy All Code Select All Code All codes were copied to your clipboard Can not copy the codes / texts, please press [CTRL]+[C] (or CMD+C with Mac) to copy Table of Content